#24_Udzur Kebodohan Dalam Syirik Akbar [7/7]



Hadits Abdulloh bin Ahmad tentang Bani Muntafiq_Suku yang datang kepada Rasululloh 
(9 Dzulhijjah)

Ibnu katsir_Hadits ini asing, lafal-lafalnya, dan sebagian matannya munkar/menyelisihi yang sudah baku.Sanadnya Gharib Jiddan. Sanad asing

Pentahqiq lainnya  : Sanad lemah, Orang-orangnya tidak dikenal oleh para ulama hadits, perowinya tidak jelas, hadits cacat.

Andai hadits ini shohih, maka perlakuannya juga seperti 3 hadits sebelumnya.

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Kita akan membahas dalil terakhir yang biasa dipergunakan oleh kelompok ulama yang menyatakan bahwa sama sekali tidak ada udzur bil jahl dalam perkara syirik dan tauhid, sekalipun perkara tersebut memungkinkan untuk menjadi perkara yang tidak diketahui oleh kebanyakan masyarakat.
Haditsnya panjang hampir 3 halaman sendiri, kita ambil intinya saja yang biasa mereka pakai pada bagian akhir hadits. Hadist ini biasa disebut dengan ‘Hadist Bani Muntafiq’ merujuk pada suku yang datang kepada Rasululllah pada tahun 9 Dzulhijjah, yang dalam sejarahnya dikenal sebagai ‘’amul nufud’_’Tahun Utusan’ dimana suku-suku arab mengutus wakil-wakilnya datang ke Madinah untuk masuk Islam. Terjadinya pasca perang Tabuk tahun 9 Dzulhijjah, hampir masuk awal tahun 10 Hijjriyah.

Hadits diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad, putra Imam Ahmad.  Ada kemungkinan hadits ini masuk ke dalam Musnad Imam Ahmad bukan dari tulisannya Imam Ahmad, tapi dari tambahan  putranya. Karena jika kita lihat dalam Musnad Ahmad dan tahqiqnya Syaikh Ahmad Syaqir itu hadits ini tidak ada sekalipun dalam Musnad Ahmad tahqiqnya Syaikh Syu’aib al Adna’ud dan ‘Abdul Qadir al Adna’ud hadits ini ada di sana. Tapi di situ dengan jelas sanadnya jelas bahwa hadits ini bukan riwayat Imam Ahmad, tapi Abdullah bin Ahmad.

Abdullah bin Ahmad mengatakan, “Telah menulis kepadaku Ibrahim bin Hamzah bin Muhammad bin Hamzah bin Mus’ab bin Zubair, aku tulis hadits ini kepadamu dan aku telah menyetorkan hafalan hadits ini dan menuliskannya kembali hadits ini kepadamu, maka ceritakanlah hadits itu dariku” Imam Ibrahim mengatakan  telah menceritakan kepadaku ‘Abdurrahman bin Mughirah bin ‘Izami menceritakan kepadaku ‘Abdurrahman bin Ayyasy Assama’i Al Anshari Al Khuba’i dari marga ‘Amru bin Auf dari Abdullah Hajjib bin ‘Amir bin Muntafiq Al Uqaili dari bapaknya dari pamannya yang bernama Laqid bin Amir. Dalam riwayat lain Dalha mengatakan menceritakan kepadaku bapakku yaitu al Aswad dari Hasyim bin Laqid bahwasannya Laqid datang kepada Rasulullah menjadi utusan dan dia disertai seorang teman yang bernama Nahib bin Asyim bin Malik bin Muntafiq. Laqid bercerita, maka aku dan temanku keluar dari suku kami berangkar menuju Madinah sampai kami datang kepada Rasulullah setelah bulan Rajab tahun 9H, maka kami datang kepada Rasulullah yang bertepatan ketika beliau selesai shalat subuh maka Rasulullah berdiri di masjid dan bersabda “Wahai masyarakat, sesungguhnya aku telah menyimpan suaraku untuk kalian sejak 4 hari kemarin semata-mata agar aku memperdengarkan sebuah khutbah yang panjang. Apakah ada diantara kalian orang yang diutus oleh kaumnya?” maka orang-orang mengatakan, “ketahuilah untuk kita apa yang akan disabdakan oleh Rasulullah, jangan sampai nanti dia disibukkan oleh oleh obrolannya sendiri atau obrolan temannya atau obrolan orang-orang yang tidak jelas.” Kemudian Rasulullah bersabda. “Ketahuilah sesungguhnya aku akan dimintai pertanggung jawaban maka bukankah aku telah menyampaikan, dengarkanlah maka kalian akan hidup. Duduklah kalian duduklah kalian!” Maka orang-orang di dalam masjid semuanya duduk. Maka Laqid bin Amir dan kawannya tetap berdiri sampai ketika mata dan hati Rasulullah tertuju kepada kami, aku katakan kepada kami maka aku katakan “Wahai Rasulullah, ilmu ghaib apakah yang engkau miliki?” maka Rasulullah tertawa demi Allah.

Haditsnya sangat panjang sekali, berbicara tentang hal-hal yang ghaib (surga, neraka, dan beberapa peristiwa akhirat lainnya). Kemudian di akhir hadits itu Laqid mengatakan “Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang mempunyai kebaikan pada masa jahiliyyah mereka?” maka ada salah seorang dari suku Quraisy menyela “Wallahi, sesungguhnya bapak kamu (Muntafiq) di neraka”. Maka seakan-akan ada bara api di kulitku, wajahku, dan dagingku akibta apa yang dia katakan tentang bapakku di hadapan orang banyak.” Maka aku berkeinginan bertanya bagaimana dengan bapak anda wahai Rasulullah? Tapi ternyata aku mendapatkan kalimat yang lebih sopan, wahai rasulullah bagaimana dengan keluarga anda (yang meninggal pada zaman fatrah)? Dan Rasulullah menjawab “Demikian juga keluargaku”

Kemudian pesan Rasulullah yang dijadikan mereka dalil, “Jika kamu mendatangi satu kuburan dari Bani Amir atau suku Quraisy (musyrik, meninggal pada zaman jahiliyah) maka katakana kepadanya Muhammad telah mengutus kepadamu berita buruk bahwa kamu akan diseret di atas perut dan wajahmu ke neraka.” Maka laqid bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa mereka disiksa seperti itu padahal mereka hanya bisa melakukan amalan yang mereka tahu saja yang seperti itu dan mereka telah menyangka telah berbuat baik.” Maka Rasulullah bersabda, “Hal itu karena Allah mengutus pada akhir setiap 7 umat seorang nabi, barangsiapa membangkang kepada nabi tersebut maka dia termasuk golongan yang sesat dan barangsiapa mentaati nabinya maka dia akan termasuk golongan yang mendapat petunjuk.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abdullah bin Ahmad dalam kitabnya Assunnah, dan juga Ibnu Abi ‘Asyim dalam Assunnah dan juga Imam Attabrani dalam Al Mu’jam Al Kabir, dan juga Imam al Hakim dalam Al Mustadrak.

Hadits ini juga disebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam kitab Zadul Maad juz 3 hal 591, pembahasan tentang sirah, ‘Tahun Utusan’. Setelah meriwayatkan hadits ini, beliau menulis “ Ini adalah sebuah hadits yang besar dan agung, keagungan dan kebesaran hadits ini mengindikasikan bahwa hadits ini keluar dari cahaya kenabian. Hadits ini tidak dikenal kecuali dari Abdurrahman bin Mughirah bin Abdurrahman al Madani, yang meriwayatkan darinya adalah Ibrahim bin Hamzah azZubairi. Keduanya adalah termasuk ulama senior Madinah, kedua siqqah dan dijadikan perawi dalam kitab Shahih Bukhari. Dimana Imam Bukhari meriwayatkan haditsnya dari 2 ulama itu. Hadits ini kemudian diriwayatkan oleh para ulama ahlussunnah dalam buku-buku mereka dan hadits ini mereka terima dengan penerimaan yang baik. Dan mereka menerimanya dengan penuh penerimaan. Dan tidak ada seorang ulama ahlussunnahpun yang menganggap hadits ini cacat dan tidak juga pada perawinya.”

Dengan melihat perkataan Imam Ibnul Qayyim ini maka mereka menerima hadits ini dengan bulat-bulat. Namun perlu kita lihat bahwasannya Imam Ibnul Qayyim hanya menyebutkan 2 orang perawi, sementara sisa perawi lainnya tidak beliau bahas kedudukannya seperti apa. Imam Ibnul Qayyim tidak melihat kitab-kitab para ulama secara wata’dil dalam hal ini, maka Imam Ibnu Katsir ketika meriwayatkan hadits ini dlam Al Bidayah wa Nihayah pada bagian sirah nabawiyah, beliau mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang sangat gharib. Dalam ilmu hadits disebut gharib itu jika dari Rasulullah samapi penulis kitab haditsnya hanya melalui satu jalur, artinya hadits ini hanya punya 1 sanad. Di kitab apapun sanadnya hanya melalui jalur orang-orang ini, termasuk yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim bahwa beliau mengatakan bahwa hadits tersebut tidak dikenal kecuali dari hadits ini. Dan Ibnu Katsir mengatakan hadits tersebut gharibun jiddan/ sangat asing. Dan lafal-lafal hadits pada sebagian matannya adalah munkar (menyelisihi yang sudah benar, baku dalam Al Qur’an dan hadits shahih). Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al Baihaqi dalam kitabnya Al Ba’tsu wan Nushur, juga Imam Abu Haq al Isyfili dalam Al Aqidah, dan juga Imam alqurtubi dalam kitab Attazkirah.

Kenapa lafal-lafal matannya dianggap munkar sebagiannya dan sanadnya dianggap gharib jiddan? Itu akan ketahuan jika kit abaca perawi lainnya yang tidak dibahas kedudukannya oleh Ibnul Qayyim Al Jauzziyah. Dimana dalam hadits tersebut Syaikh Syu’aib al Amna’ud dan Abdul Qadir al Amna’ud dalam tahqiqnya atas Musnad Ahmad beliau mengatakan bahwa hadits tersebut sanadnya lemah, karena hadits ini sanadnya berisi mata rantai orang-orang yang majhul/ tidak diketahui oleh par ulama hadits, mereka itu :

1.       Abdurrahman bin Ayyasy assama’i al anshari al khuba’i
2.       Dalham Ibnu Aswad Ibnu Abdillah bin Hajib bin Amir bin Muntafiq al Ukhaili
3.       Al Aswad bin Abdullah bin Hajib

Tiga orang ini adalah perawi yang majhul, sanadnya yang tsiqah berarti hanya 2 di depan, dan sanad sebelum nabi itu berisi 3 perawi yang sudah pasti majhul. Dan tidak ada bahwa ada ulama hadits yang menganggap 3 perawi ini tsiqah kecuali Ibnu Hibban. Sementara sudah ma’ruf di kalangan ulama hadits bahwa Ibnu Hibban itu muttasahil, sangat menggampangkan dalam menganggap tsiqah para perawi yang majhul.

Adapun ‘Ashim bin Laqid jika dia bukan ‘Ashim bin Laqid bin Subrah, berarti dia juga perawi yang majhul. Adapun sisa perawi lainnya adalah tsiqah. Tapi 3 perawi ini minimal majhul, berarti mata rantai sanadnya itu tidak jelas, diriwayatkan oleh orang-orang yang tidak diketahui oleh para ulama-ulama hadits. Belum lagi isinya hadits itu munkar di beberapa lafalnya, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Katsir.

Kemudian dalam riwayat Imam al Hakim, sebelum perawi Ibrahim bin Hamzah itu ada perawi namanya Ya’qub bin Muhammad bin ‘Isa az Zuhri. Kata Imam Adz Dzahabi bahwa perawi ini juga perawi yang dha’if, berarti  ada kemungkinan juga bahwa hadits ini ada 4-5 perawi yang majhul, dha’if. Mata rantai yang tidak jelas inilah yang menjadikan hadits ini secara sanad bermasalah. Kalaupun Imam Ibnul Qayyim mengatakan bahwa tidak seorangpun ulama hadits yang menganggap hadits ini cacat, itu perkataan/ pendapat beliau, dan Ibnu Katsir yang jelas-jelas hidup sezaman dengan beliau menyatakan bahwa hadits ini cacat. Dan jika kita baca kitab-kitab sirah nabawiyyah yang mendasarkan  pada riwayat-riwayat yang shahih, maka hadits ini tidak akan kita jumpai. Seperti dalam Arrahikum Makhtum, sama-sama membahas tentang ‘Tahun perutusan suku-suku Arab datang ke Madinah untuk menyatakan keislamannya’ 9H, maka riwayat tentang Bani Muntafiq ini tidak akan tersebut di situ, karena bagi Syaikh Bubarak ini bukanlah hadits shahih, tidak akan beliau cantumkan. Begitu juga dalam kitab sirah nabawiyah yang shahih lainnya, seperti kitabnya Syaikh Akram al ‘Umari tidak akan kita temukan hadits ini.

Selain senadnya munkar, secara isi beberapa lafal hadits ini juga munkar. Dimana dalam hadits tersebut ada lafal yang di atasnya bercerita tentang surga-neraka, dan beberapa hal lain termasuk yang tadi disebutkan, bahwa Allah mengutus pada akhir setiap 7 umat seorang nabi. Riwayat seperti itu jelas munkar, namanya nabi itu diutus pada tiap umat, bukan akhir 7 umat. Kita lihat Bani Isra’il itu belum hancur ketika zamannya nabi Yahya misalkan, disitu nabi ‘Isa sudah datang. Lalu ketika zaman nabi Zakaria masih hidup, nabi Yahya sudah diangkat jadi nabi. Inilah yang disebutkan oleh Ibnu Katsir bahwa sebagai  matan hadits ini munkar, bertentangan dengan ayat-ayat dan hadits-hadits shahih. Seandainya hadits ini dianggap shahih, maka cara memahaminya tetap seperti hadits sebelum-sebelumnya, hadits tentang bapak-ibu nabi yang haditsnya itu lebih shahih (ada dalam Shahih Muslim). Disebutkan bahwa hadits tersebut secara nash bertentangan dengan ayat-ayat Al Qur’an yang menyatakan orang musyrik masuk neraka itu karena pasti di dunia telah mendapatkan risalah dakwah para nabi. Jika belum mendapatkan berarti dipadukan dengan 10 hadits yang mengisahkan bahwa di akhirat akan ada ujian (tafsir QS. Al Isra’ ayat 15)

Inilah salah satu hal yang mengingatkan kita untuk sekalipun beberapa ulama besar, seperti Imam Ibnul Qayyim yang menyatakan bahwa tidak seorangpun ulama hadits yang menganggap perawi hadits ini cacat, beliaupun bisa keliru. Ternyata ulama hadits lainpun menganggap hadits ini cacat dan belum lagi matannya yang munkar. Mengingatkan kita untuk senantiasa teliti, hati-hati, tidak begitu saja menerima klaim-klaim orang awam, karena klaim ulama besar saja bisa keliru, apalagi klaimnya orang awam. Na’udhubillahi min dzalik..


Allahu’alam..


About

Here you can share some biographical information next to your profile photo. Let your readers know your interests and accomplishments.