Download File Audio Kajian (.rm)
_______________________________
Biografi singkat beberapa tokoh khowarij :
Imran bin Hithan
Qutray bin Fuja-ah
Nafi’ al-Azraq
Najdah al-Haruri
Syukri Musthafa
Ahmad al-Jazairi
Seorang ulama, penghafal qur'an, hadits tdk menjamin lurus pemahamannya. Karena yg diperlukan tak hanya mengetahui ayat dan hadits, namun juga cara pemahamannya
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Pada pertemuan yang lalu sudah kita
bahas point yang ke-7 untuk membentengi diri kita dari pengaruh pemahaman
menyimpang Abu Maryam al Mukhlif dan yang semisalnya. Yaitu hendaknya kita
mengenal jati diri mereka seperti apa, mengenal ilmunya seperti apa, akhlaknya
seperti apa, dsb.
Disebutkan oleh Syaikh ‘Athiyatullah
bahwa mereka itu kaum yang jahil (tidak berilmu, atau berilmu tapi tidak
matang) dan kadzib (sering berdusta).
Andaikata Abu Maryam Al-Mukhlif
memang benar telah menuntut ilmu, ahli di bidang ilmu, menghafal kitab-kitab matan
dan menguasai syarh-syarh, andaikata hal itu memang benar, maka
Abu Maryam Al-Mukhlif tidak lebih pandai daripada Imran bin Hithan, Qutray bin Fuja-ah,
Nafi’ Al-Azraq, Najdah Al-Haruri dan orang-orang seperti mereka dari kelompok
Khawarij yang muncul pada periode akhir generasi sahabat radhiyallahu ‘anhum. Golongan
khawarij yang muncul pada akhir-akhir zaman Sahabat radhiyallahu’anhum. Mereka diperangi oleh Ali
bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan para pemimpin Islam sepeninggalnya. Abu
Maryam Al-Mukhlif bahkan juga tidak lebih pandai daripada Syukri Musthafa dan
para pengikutnya.[1] Bahkan maksimal Abu
Maryam Al-Mukhlif itu selevel dengan dokter Ahmad Al-Jazairi yang telah kita
kenal di Afghanistan dan Peshawar![2]
Dalam paragraf di atas, Syaikh
‘Athiyatullah menyebutkan andaikata benar bahwa dia seorang ulama, belajar ilmu
sampai jadi orang yang ahli, hafal matan, menekuni syarh-syarh matan tadi,
menguasai berbagai cabang ilmu, maka kemampuan dia tidak lebih dari tokoh-tokoh
khawarij lainnya yang muncul pada akhir zaman generasi Sahabat, yang diperangi
oleh ‘Ali radhiallahu’anhu dan para khalifah sesudahnya. Mugkin untuk mengenal
orang-orang yang disebutkan oleh Syaikh ‘Athiyatullah itu siapa maka kita perlu
membaca sejarah. Dan memang jika kita baca sejarahnya, yang disebutkan beliau
itu adalah contoh-contoh tokoh khawarij pada zaman Daulah Umawiyah, diperangi
oleh para khalifah Bani Umayyah. Mereka seperti :
1.
Imran bin Hithan
Nama lengkapnya adalah Imran bin Hitan bin Thubyan as
Sadusi. Meninggal tahun 84H, pada masa pemerintahan ‘Abdul Malik bin Marwan.
a.
Ibnu Katsir dalam Al Bidayah wan Nihayah Juz 12 halaman
352 mengatakan, “Dulunya dia seorang ahlussunnah wal jama’ah lalu menikah
dengan seorang wanita khawarij. Seorang wanita khawarij yang memang cantik, dan
Imran bin Hitan sangat mencintai istrinya itu. Sementara Imran bin Hitan secara
wajah dia sangat buruk, maka di awal nikah dia bermaksud untuk menyadarkan si
wanita itu untuk kembali kepada ahlussunnah wal jama’ah. Kemudian istrinya
ternyata tidak mau, maka kemudian Imran bin Hitan akhirnya menjadi khawarij
seperti istrinya. Dan sungguh Imran bin Hitan adalah salah seorang penyair yang
hebat dan dialah penyair yang menggubah sebuah syair tentang pembunuhan
terhadap ‘Ali bin Abi Thalib dan orang yang membunuhnya.”
Kita ingat dalam kitab-kitab sejarah disebutkan bahwa
‘Abdurrahman bin Muljam dulunya juga seorang ahlussunnah. Nikah dengan wanita
khawarij maharnya ingin kepalanya ‘Ali bin Abi Thalib, akhirnya dia bunuh ‘Ali.
Dan Imran bin Hitan inilah penyair yang menggubah syair yang memuji peristiwa pembunuhan terhadap
‘Ali, dan dia memuji setinggi langit ‘Abdurrahman bin Muljam. “Syairnya itu :
Duhai sebuah
pukulan dari orang yang bertakwa
Yang tidak
menghendaki kecuali untuk mencapai ridhaNya
Sesungguhnya aku
benar-benar mengenang dia pada suatu hari
Yang aku yakini
bahwa dia adalah makhluk yang paling sempurna timbangan amalnya di sisi Allah
Alangkah
mulianya sebuah kaum yang kuburan mereka adalah perut-perut tembolok burung di
surga
Mereka tidak
mencampurkan agama mereka dengan permusuhan dan sikap aniaya”
Dia puji ‘Abdurrah man bin Muljam bahwa dia adalah orang
yang bertakwa yang hanya menghendaki ridha Allah. Dia anggap bahwa ia syahid,
ruhnya di tembolok burung dan terbang ke surga. Dan dia di akhirat nanti
timbangan amalnya paling sempurna.
b.
Imam Adz Dzahabi dalam Syiar ‘Alam An Nubala’ Juz 4
halaman 214 beliau mengatakan, “Imran bin Hitan bin Thubayn as Sadusi. Dia
adalah perawi hadits yang dipakai oleh Imam Bukhari, Imam Abu Dawud, dan
Tirmidzi”
Jangan kaget bahwa para ulama ahlussunnah mereka memakai
para ahli bid’ah ini sebagai perawi yang haditsnya diterima. Jika kita baca
dalam Shahih Bukhari maka akan kita temukan nama perawi Imran bin Hitan.
“Dia orang Bashrah, dia seorang ulama besar tapi dia
menjadi salah seorang pemimpin khawarij. Dia meriwayatkan hadits dai ‘Aisyah,
Abu Musa al Asy’ari, dan Ibnu ‘Abbas.”
Gurunya ngaji tiga orang ulama Sahabat, artinya dia
adalah tabi’in senior yang bertemu dengan ‘Aisyah.
“Yang meriwayatkan haditsnya adalah Ibnu Sirin, Qatadah,
Yayah bin Abi Katsir.” Tiga ulama besar zaman tabi’in dan tabi’ut thabi’in.
Imam Abu Dawud mengatakan, “Diantara ahlul ahwa, ahlu
bid’ah tidak ada orang yang haditsnya lebih shahih dari pada kelompoknya
khawarij. Dan 2 perawi yang haditsnya paling shahih diantara orang khawarij,
yaitu Imran bin Hitan dan Abu Hasan al A’rat.”
Ibnu Sirrin mengatakan, “Imran menikahi seorang wanita
khawarij dan dia berkata “Saya akan mengembalikannya kepada ahlussunnah”. Tapi
justru wanita itu yang memalingkan dia kepada khawarij.”
Imam ‘Ali al Madaini (gurunya Imam Bukhari), “Istrinya
itu perempuan yang sangat canti, sementara dia orang yang buruk rupa. Maka
istrinya pada suatu haru kagum pada
suaminya dan berkata, “Aku dan kamu di surga karena kamu dikaruniai istri yang
cantik maka kamu bersyukur, sementara aku dicoba dengan mendapat suami yang
buruk rupa maka aku bersabar. Maka yang sabar dan syukur sama-sama di surga.” “
Ini Imran bin Hitan, seorang ulama besar, belajar
langsung kepada ‘Aisyah, Abu Musa al Asy’ari, dan Ibnu ‘Abbas. Sementara yang
meriwayatkan darinya adalah Ibnu Sirrin (ulama Thabi’ut Thabi’in, yang dalam
muqadimah Shahih Muslim mempunyai perkataan yang sangat terkenal, “Sesungguhnya
ilmu (sanad) ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil
agama kalian.”), Qatadah (Ahli tafsir generasi Thabi’in atau Thabi’ut Thabi’in,
Yahya Ibnu Abi Katsir (salah satu dari 7 Imam Qira’ah Sab’ah)
Dari situ artinya bahwa yang belajar kepada Imran bin
Hitan bukan orang-orang sembarangan, mereka para ulama-ulama besar. Bahkan
haditsnya diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Abu Dawud, dan Tirmidzi.
Inilah para ulama salaf, mereka menerima hadits dari para
ahlu bid’ah karena mereka tahu bahwa ahlu bid’ah (khawarij) adalah orang-orang
yang secara lisan mereka orang yang paling jujur, jauh dari sikap berdusta.
Sekalipun dari sisi lain sebenarnya apa yang mereka lakukan bisa disebut fasik,
seperti menghalalkan darah ahlussunnah wal jama’ah, menghalalkan untuk
merampoknya, dll. Yang mana sebetulnya sikap-sikap seperti itu adalah dosa
besar yang membuat pelakunya fasik. Tapi oleh ahlussunnah mereka tidak dianggap
fasik, karena mereka melakukannya atas dasar takwil, sehingga haditsnya tetap
diterima. Dan yang seperti itu banyak, bisa kita baca di Muqadimah Fathul
Barri, Syarh Shahih Bukhari. Di situ disebutkan ratusan ahli bid’ah yang
haditsnya diterima oleh Imam Bukhari. Karena jika dilihat dari kejujuran dan
kekuatan hafalannya, dia bisa diandalkan.
Inilah Imran bin Hitan, meninggal tahun 84H. Ternyata
jika disebutkan oleh Syaikh ‘Athiyatullah di sini bahwa Abu Maryam al Mukhlif
itu tidak lebih pintar dari Imran bin Hitan. Kita lihat Imran bin Hitan itu
luar biasa, muridnya sahabat, guru bagi para ulama besar. Kata Imam Adz Dzahabi,
dia adalah seorang tokoh besar ulama Tabi’in generasi akhir. Tahun 84 kita
lihat bahwa di waktu itu masih hidup para Sahabat generasi junior, seperti Anas
bin Malik, Ibnu Abbas, dll. Dan jika disebutkan di sini bahwa dia belajar
langsung dengan ‘Aisyah, berarti ketika Rasulullah wafat umur Imran bin Hitan
kira-kira belum genap 20 tahun, dan umur ‘Aisyah kira-kira 90an tahun. Mungkin
belajarnya. Namun mungkin belajarnya sebelum itu, mungkin 60an tahun. Tapi yang
jelas diakui ulama bahwa Imran bin Hitan
itu ulama pada zamannya, muridnya Sahabat, yang tentu lebih pintar dari pada al
Mukhlif yang hidup pada abad 15H/ 21M.
2.
Qathari bin Fuja’ah
Nama lengkapnya
adalah Qathari bin Fuja’ah Abu Na’amah at Tamimi al Mazini. Dari marga Bani
Tamim yang mana itu juga merupakan marganya Abu Bakar asy Syidiq, tapi juga
marga beberapa marga tokoh sesat.
Imam Adz Dzahabi
mengatakan, “Dia seorang pendekar yang sangat terkenal, pemimpin khawarij. Dia
keluar dan memimpin khawarij pada zaman ‘Abdullah bin Zubair (khalifah tahun
60an ke atas, setelah peristiwa meninggalnya Muawiyah bin Yaziz bin Muawiyah bin
Abi Safyan_cucu Muawiyah. Dia hanya 3 atau 4 bulan berkuasa karena
sakit-sakitan. Mengundurkan diri dan terjadi kekosongan kekuasaan. Maka
terjadilah sengketa antara ‘Abdullah bin Zubair di Mekah dengan Bani Umayah di
Damaskus. Akhirnya yang menang ‘Abdullah bin Zubair, berkuasa selama 9nan tahun
setelah dikalahkan oleh Hajjaj bin Yusuf as Saqafi. Setelah itulah baru
diangkat ‘Abdul Malik bin Marwan menjadi khalifah). Qathari diangkat menjadi
pemimpin khawarij setelah meninggalnya Syabib bin Yazid. Dia bersama pasukan
khawarijnya mengalahkan Hajaj bin Yusuf as Saqafi. Dimana disebutkan dalam Al
Bidayah wan Nihayah bahwa 5 pasukan berturut-turut dikirim dan semuanya kalah
oleh khawarij itu. Dan semakin besar bencana akibat Qathari bin Fuja’ah. Dia
berhasil merebut beberapa propinsi di Irak dan Iran pada masa itu. Al Hajjaj
bin Yusuf mengirim tentara berulang kali untuk memerangi Qathari, tapi semua
dikalahkan oleh Qathari. Kemudian Qathari menjadi penguasa atas negeri Persia.
Dia menerjuni berbagai kancah peperangan yang sangat terkenal. Memiliki
keberanian yang belum terdengar sebelumnya, keberaniannya disetarakan dengan ‘Abdullah
bin Zubair dan Mus’ab bin Zubair, dan Ibnul Asytar (anaknya menjadi nabi
palsu). Dan dia seorang ahli syair yang sangat fasih, syairnya terkenal di
mana-mana. Dia memimpin pasukan khawarijnya belasan tahun berperang dan para
pengikutnya jika mengucapkan salam kepadanya “Assalamu’alaikum yaa khalifatal
muslimin”. Sampai akhirnya pemimpin kaum muslimin, komandan dari pasukannya
Hajjaj dipimpin oleh Syafyan bin Abrad al Kalbi, dialah yang mengalahkan dan
membunuh Qathari. Ada juga yang mengatakan bahwa Qathari jatuh dari kudanya,
sehingga tulang pahanya patah dalam pertempuran di Thabaristan. Lalu pasukannya
Hajjaj berhasil membunuhnya, kepalanya dipenggal dan diserahkan kepada Hajjaj
pada tahun 79H.” Ini zaman-zaman Thabi’in juga.
3.
Nafi’ Ibnul ‘Azraq
Dia meninggal
tahun 65H, berarti zaman sebelum Qathari dan Imran. Dia dibunuh oleh Muslim bin
Ubaisy dalam sebuah pertempuran.
4.
Najdah al Haruri
Dia tokoh
khawarij yang menjadi penguasa di Yamamah, Saudi bagian Timur, daerah padang
pasir. Yang mana di situ juga pada zaman Abu Bakar asy Syidiq keluar Musailamah
bin Habib al Kazab.
Inilah 4 tokoh khawarij yang disebutkan oleh Syaikh ‘Athiyatullah.
Disebutkan bahwa Abu Maryam al Mukhlif tidak mungkin lebih pintar dari para
tokkoh khawarij pada zaman Sahabat dan Thabi’in. Mereka belajar kepada Sahabat,
tapi pemahamannya seperti itu. Dan jika kita baca dalam sejarah, khawarij itu
banyak awal munculnya dari wilayah Iraq, banyak dari mereka dijuluki Qura’ul Basyrah_Para
penghafal Qur’an dari Basyrah. Jika kita lihat di peta, Basyrah itu sebuah kota
pelabuhan di Iraq bagian bawah, di mulut teluk Persia. Yang hari ini Basyrah
itu propinsi yang mayoritas penduduknya adalah Syiah Rafidhah Itsna ‘Asyariyah.
Memang sejak zaman Thabi’in seperti itu, daerah yang selalu bergolak. Seperti
munculnya khawarij, Mu’tazilah, Syiah, dll timbulnya di Basyrah-Kuffah-Iraq,
secara umum seperti itu.
Ini membuat kita merenung, ternyata seseorang meski ulama, ahli baca dan
hafal Al Qur’an, belajar hadits, belajar kepada para Sahabat pun tidak menjamin
orang untuk lurus pemahamannya. Karena yang dibutuhkan bukan hanya mengetahui
Al Qur’an dan hadits saja, tapi cara memahaminya itu yang sangat penting. Kita
lihat yang dicontohkan di sini bahwa orang-orangnya secara Al Qur’an dan hadits
mereka adalah ulama, tapi yang membuat mereka menyimpang bukan karena mereka
tidak membaca Al Qur’an, bukan tidak hafal Al Qur’an, bukan karena tidak tahu
hadits, tapi karena salah dalam memahami ayat dan hadits. Inilah penting kita
renungkan supaya kita berhati-hati, Syaikh ‘Athiyatullah sebutkan di sini
mengapa beliau menyebut Abu Maryam al Mukhlif dan pengikutnya sebagai
orang-orang bodoh, karena bukan dilihat dari sisi pengetahuannya terhadap dalil,
ayat dan hadits, tapi bagaimana cara memahami dalil itu.
Golongan khawarij yang muncul pada akhir-akhir zaman Sahabat
radhiyallahu’anhum. Mereka diperangi oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan para
pemimpin Islam sepeninggalnya.
Pada zamannya ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (yang dianggap khalifah rasyidah ke-5
setelah khulafaurrasyidin) ternyata jika kita lihat di Al Bidayah wan Nihayah
ternyata para khawarij itu tidak puas, ada pemberontakan juga, sekalipun
pendekatan yang dilakukan oleh ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berbeda dengan para
khalifah sebelumnya. Kalau ‘Abdul Malik bin Marwan melihat khawarij yang ganas
seperti itu, mau tidak mau beliau menggunakan kekerasan senjata dan beliau
kehilangan mungkin belasan ribu tentaranya dalam memerangi khawarij. Ada
seorang panglimanya bernama Muhallaf bin Abi Sufrah, 19 tahun dia habiskan
umurnya untuk perang melawan khawarij sampai betul-betul dituntaskan sampai
tinggal orang-orang yang menyembunyikan ke-khawarij-annya. Karena sebelum
khawarij itu tuntas tidak akan mungkin ada jihad melawan orang kafir. Mengapa
pada zamannya ‘Abdul Malik bin Marwan 20 tahun lebih harus perang melawan
khawarij, tidak ada jihad ke luar negeri, karena kondisi dalam negeri kacau
seperti itu. Daerah-daerah seperti Zamamah, Bashrah, Asbahan, Awwas, dll banyak
sekali yang jatuh ke tangan khawarij. Tidak bisa dalam kondisi seperti itu
jihad melawan orang kafir, harus jihad dulu melawan orang-orang khawarij. Baru
setelah itu tuntas, pada masa khalifah berikutnya, Yazid bin ‘Abdul Malik ada
jihad ke luar negeri. Maka diutuslah pasukan jihad ke Asia Tengah, sampai nanti
puncaknya Kutaibah bin Malik sampai ke Kashgat (Uyghur, Xianjiang). Itu terjadi
setelah dunia Islam tenang, tidak ada lagi khawarij, ada khawarij tapi
menyembunyikan ke-khawarij-annya, tidak punya pasukan. Satu-satunya jihad yang
jalan adalah ke Afrika karena di sana khawarijnya belum kuat. Sekalipun
khawarij juga punya negara di Maghrib, Maroko, Afrika yang dipimpin oleh Najdah
al Haruri.
Abu Maryam Al-Mukhlif bahkan juga
tidak lebih pandai daripada Syukri Musthafa dan para pengikutnya. Syukri Musthafa
dulunya adalah orang Ikhwanul Muslimin. Pada masanya Jamal bin ‘Abdul Nashir
membantai ribuan aktifis Islam, dia masuk penjara. Di penjara inilah
orang-orang mulai timbul pemikiran-pemikiran khawarij yang dipimpin oleh Syukri
Musthafa. Dia keluar membuat jama’ah, mengkafirkan masyarakat, mengkafirkan
pegawai negeri, dan sampai akhirnya membunuh seorang ulama besar lulusan Al
Azhar, Dr. Muhammad Husain adz Dzahabi_pengarang ‘At Tafsir wal Mufassirun’. Akhirnya
dia ditangkap lagi beserta para pengikutnya, dan oleh pemerintah mereka disebut
Jama’ah Takfir wal Hijrah. Jadi nama itu sebenarnya nama yang diberikan oleh
penyidik dan akhirnya menjadi populer.
Dia juga tidak lebih hebat dari Dr.
Ahmad al Jazahiri, tokoh khawarij di Pasyawar dan Afghanistan. Allahu’alam kita
belum tahu riwayatnya.
Allahu’alam..
[1]. Syukri Musthafa adalah pemimpin Jama’ah Hijrah wat Takfir Mesir,
sebuah kelompok Khawarij yang muncul pada masa keganasan thaghut Jamal Abdun
Nashir terhadap para aktivis Islam di Mesir. Pent.
[2]. Dokter Ahmad Al-Jazairi adalah tokoh Khawarij kontemporer di
Afghanistan dan Pakistan. Pent.
ثم على فرض أن هذا المخلف
قد طلب العلم ونبغ فيه وحفظ المتون وأتقن الشروح وتفنن، على فرض أن ذلك صحيح، فليس
هو بأعلم من عمران بن حطان وقطريّ بن الفجاءة ونافع الأزرق ونجدة الحروريّ وأضرابهم
من الخوارج الذين ظهروا في أواخر زمان الصحابة رضي الله عنهم، والذين قاتلهم عليّ بن
أبي طالب ثم الأئمة من بعده، ولا بأعلم حتى من شكري مصطفى وبعض أصحابه، بل على أقصى
تقدير هو من طبقة الدكتور أحمد الجزائري الذي عرفناه في أفغانستان وبيشاور.!