_______________________________________
Sebetulnya Syaikh Athiyatulloh enggan menanggapi pertanyaan jenis pertama ini, menurut beliau, pertanyaan ini bukanlah sebuah pertanyaan murni dari seorang penuntut ilmu dan pencari kebenaran, namun lebih kepada pertanyaan dari orang 'ngeyel'. Dan cenderung sebuah pemikiran yang berasal dari kaum khowarij.
Salah satu -Allohu'alam- bentuk kemurahan hati dari seorang syaikh Athiyatulloh adalah masih mau melayani jenis pertanyaan2 'ngeyel' tersebut. Dan mungkin itu malah sebagai bentuk nasehat kepada para khawarij dan tentu juga nasehat kepada para kaum muslimin dan juga ikhwan2 aktifis sekalipun agar jangan sampai mereka terlepas dari ajaran islam sebagaimana anak panah terlepas dari busurnya. Dan begitulah, keterangan beliau tentang kesesatan khawarij lebih banyak dari pada jawaban dari pertanyaan itu sendiri.
'Pertanyaan' tersebut -intinya- adalah : Bagaimana mungkin jihad defensif dapat dilakukan pada hari ini melihat negeri2 kaum muslimin sudah berubah menjadi negeri kafir karena sdh dikuasi oleh orang2 kafir? Padahal menurut fiqih jihad, jihad defensif itu dilakukan untuk membela negeri muslim dari serangan kaum kafir.
Salah satu sebab mengapa para khawarij mariqin (melesat keluar dari islam) bisa sampai tersesat adalah bahwa mereka suka memposisikan/ membesar-besarkan persoalan yang pada dasarnya persoalan fiqih yang memungkinkan terjadinya ijtihad semata, menjadi persoalan yang qat'I, inti/ dasar agama. Siapa yang berbeda pendapat maka kafir. Hal tersebut selalu dijadikan pembahasan dalam mendidik para pengikut mereka. Dan bila diperhatikan, pembahasan2 tersebut tidak ditemukan dalam kitab2 aqidah, namun ada di dalam kitab2 fiqih.
::::::::::::::::::::::
Jawaban Pertanyaan Tentang Jihad
Defensif
Ini bukan
buku, Cuma sekedar pertanyaan dengan jawaban lumayan panjang, 22 halaman.
Allahu’alam, bisa kita temukan di situs Ansharul Mujahidin atau Al Jihad Al ‘Alami,
atau Asy Syumuh. Jika tidak salah ini awalnya termasuk bagian dari tanya jawab
dengan Syaikh ‘Athiyatullah di situs Al Hisbah, situs dibuat untuk menjembatani
antara Al Qaidah di Afghanistan dengan Al Qaidah di Iraq pada masanya Syaikh
Azzarqawi Rahimahullah.
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Segala puji bagi Allah Rabb seluruh
alam. Shalawat, salam dan berkah senantiasa dilimpahkan kepada hamba-Nya dan
rasul-Nya, nabi kita Muhammad, keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya. Amma
ba’du.
Pertanyaan ini telah berulang kali
diajukan kepada saya oleh ikhwan-ikhwan pada Jabhah I’lamiyah Islamiyah
‘Alamiyah (The Global Islamic Media Front, GIMF). Saya mengabaikan jawaban
atas pertanyaan ini dengan mengatakan kepada mereka bahwa pertanyaan ini adalah
pertanyaan ngeyel dari orang yang menyimpang, tersesat dan terkena hawa
nafsu; bukan pertanyaan orang yang menginginkan kebenaran dan mencari petunjuk.
Hal itu karena saya mengetahui bahwa
pertanyaan ini, bahkan syubhat-syubhat ini, diterima dari sebuah kaum tertentu,
yaitu orang-orang sesat, Khawarij dan mariqin (keluar, menyimpang) dari
ikatan Islam.Khawarij sering disebutkan dengan mariqah-orang yang keluar, tapi maksudnya
bukan murtad/ kafir, hanya itu merujuk dari bahasa hadits mutawatir bahwa
mereka melesat meninggalkan agama sebagaimana anak panah melesat keluar dari
hewan buruan sampai-sampai melewati darah dan kotorannya yang menempel di
badannya. Mereka adalah jama’ah Al-Mukhlif yang memakai
nama panggilan Abu Maryam. Seperti diceritakan kepadaku tentang mereka oleh
orang yang mendengar pembicaraan mereka, atau membaca tulisan mereka, atau
berdiskusi dengan mereka lewat internet.
Hanya saja ikhwan-ikhwan pada Jabhah
I’lamiyah Islamiyah ‘Alamiyah mendesak saya untuk menulis jawaban atas
pertanyaan ini, karena perkaranya membingungkan sebagian ikhwan yang baik dari
kalangan pengikut kebajikan.
Maka saya memohon pertolongan kepada
Allah Ta’ala untuk menjawab pertanyaan ini, dengan memohon kepada-Nya Azza wa
Jalla petunjuk, kelurusan dan taufiq kepada kebenaran.
Pertanyaan:
Jihad defensif itu disyariatkan
hanyalah untuk membela darul Islam (negara Islam) yang diserang oleh
orang-orang kafir. Maka bagaimana mungkin jihad defensif pada hari ini bisa
dilakukan sementara seluruh negara kaum muslimin telah berubah menjadi darul
kufri (negara kafir) dikarenakan orang-orang kafir telah menguasainya.
Secara fiqih
memang seperti itu, Jihad Difa’/ defensif fardhu ‘ain itu ketika satu negeri
Islam diserbu oleh orang-orang kafir jadi fardhu ‘ain.
Bagaimana cara membantah syubhat ini?
Lalu bukankah orang-orang yang menetap di negara-negara kafir divonis sebagai
orang-orang kafir lagi musyrik? Maka bagaimana kita bisa menganggap secara umum
(mayoritas) orang-orang yang menetap di negeri-negeri Islam (yang dikuasai oleh
orang-orang kafir tersebut, pent) sebagai orang-orang Islam?
Ini pertanyaan
yang diajukan oleh kelompoknya Abu Maryam al Mukhlif. Allahu’alam, saya punya
dugaan bahwa dia atau pengikutnya yang menulis buku yang dibantah oleh Syaikh
Abu Qatadah, sebuah buku yang membahas “kashfu subhat fii , maka muqathilin
tahta min...”, “membongkar shubhat-shubhat orang-orang yang berperang di bawah
bendera orang-orang yang telah rusak pokok agamanya”, orang-orang yang dianggap
kafir, sesat, musyrik kepada Islam. Pada intinya buku itu menyebutkan tidak boleh
berperang di pihak Taliban (dianggap kafir karena mereka dianggap mengakui
lembaga PBB. Dimana di Kandahar masih ada lembaga-lembaga, diplomat-diplomat PBB, dan orang-orang PBB bebas ke sana ke mari
dengan benderanya dengan mendapat jaminan keamanan, dll. Maka Taliban dianggap
murtad) dan Hamas (alasannya tidak menerapkan syari’at Islam, maka termasuk
pemerintahan sekuler, kafir).
Jadi
shubhatnya seperti itu, jihad difa’ itu hanya berlaku ketika diserang oleh
orang kafir, jika negerinya saja sudah dikuasai oleh orang kafir, sejak ratusan
tahun berlaku hukum sekuler sejak zaman Belanda berkuasa di negeri ini,
satu-persatu jihad umat Islam dipatahkan. Yang jihad di Ternate, Ambon,
sulawesi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dll semua dikalahkan yang akhirnya
Belanda memantabkan kekuasaannya dan dia terapkan hukum Belanda. Ketika Belanda
hengkang dari Indonesia, diganti oleh Jepang dan diterapkan hukum Jepang.
Jepang angkat kaki, naiklah pemerintahan sekuler Sukarno. Dan sampai hari ini
hukumnya masih hukum Belanda. Bahkan disebutkan dalam “Matinya Negara Hukum”
disebutkan bahwa sampai saat ini masih berlaku 400an lebih produk hukum
Belanda. Kitab hukum pidana dan perdata hanya 2 dari 400an undang-undang hukum
Belanda. Sudah ratusan tahun berlaku hukum kafir, berarti namanya darul kufri,
berarti tidak perlu ada jihad difa’, namanya pemerintahannya kafir, negerinya
kafir. Ini pemahamannya kelompok Abu Maryam al Mukhlif.
Pada awalnya
Syaikh ‘Athiyatullah tidak mau menjawab pertanyaan ini, pertanyaan orang yang
memang tidak punya i’tikad baik untuk mencari petunjuk.
Jawaban:
Sebelum menjawab pertanyaan ini
---dengan berserah diri kepada Allah Rabb seluruh makhluk, Maha berkuasa lagi
Maha melimpahkan karunia--- kami mengingatkan ikhwan-ikhwan kami tentang sebuah
pengantar yang bermanfaat, insya Allah. Pengantar ini memuat berbagai pelajaran
dan peringatan tentang buruknya kondisi orang-orang yang mariqin (keluar
atau menyimpang dari Islam) tersebut dan orang-orang yang seperti mereka.
Pengantar ini juga mengandung penjelasan ringkas tentang pokok-pokok global
kesesatan mereka, sekaligus wasiat-wasiat bagi saudara-saudara kita umat Islam
di setiap tempat untuk mewaspadai mereka. Hanya kepada Allah kita memohon
pertolongan.
Syaikh ‘Athiyatullah akan menyampaikan 2
hal, yang pertama muqadimah sebelum jawaban, bagian kedua adalah jawaban dari
pertanyaan itu sendiri. Muqadimahnya lebih panjang dari pada jawabannya karena
menurut beliau banyak hal yang belum diketahui oleh kaum muslimin bahkan termasuk
para aktivis dan penggiat Islam termasuk media Islam, serta mujahiddin sendiri.
Disebutkan dalam muqadimah ini sebuah cerita, pengalaman tentang bagaimana
keadaan orang-orang khawarij mariqin, sangat ekstrim, sangat keras, mudah mengeluarkan
fonis-fonis kafir kepada umat Islam. Bagaimana kondisi mereka secara umum di
berbagai negara seperti itu, di Libya, Pakistan, Afghanistan, dll.
Lalu beliau sebutkan juga kenapa mereka
bisa seperti itu. Pada pokoknyamereka itu membesar-besarkan perkara yang sifatnya
fiqih, ijtihad untuk diangkat menjadi perkara pokok, tauhid agama yang qoth’i,
ijma’. 8 resep untuk menjaga diri agar tidak terpengaruh oleh fitnah, penyimpangan-penyimpangan
mereka.
Pada resep yang ke-6 beliau sebutkan,
pada intinya mereka ini membesar-besarkan perkara-perkara fiqih yang sifatnya
ijtihad, memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat yang dijadikan intinya
Islam. Kemudian dianggap perkara qath’i yang sudah baku, tidak menerima
perbedaan pendapat. Siapa yang tidak seperti itu berarti diluar Islam. Beliau
sebutkan yang menjadi ‘merk dagang’ mereka, bagaimana dalam mentarbiyah
pengikutnya dari zaman khawarij masa 70an di Mesir, gencar-gencarnya Jamal
Abdul Nasir memerangi aktivis Islam di Mesir sehingga melahirkan Jama’ah Takfir
wal Hijar, sampai kemudian ke tempat-tempat lain itu itu pasti yang diangkat
adalah perkara itu.
Beliau sebutkan pasti dimulai dari
pembahasan udzur bil jahl yang jika kita baca dalam kitab aqidah maka tidak
akan kita temukan. Namun kita akan menemukannya dalam kitab-kitab fiqih, dalam
pembahasan tentang mukalaf, siapa saja yang terkena periantah syari’at itu. Di
dalamnya akan ada pembahasan hawarit ahliyah, penghalang-penghalang yang
menyebabkan seseorang itu tidak terkena taklif. Ada nanti pembahasan yang
sifatnya hawarid yang sifatnya samawiyah, penghalang yang memeang sudah dari
Allah sudah sepertia itu, contohnya gila. Ada juga hawarij yang temporer
seperti kebodohan. Ternyata seperti itu tempatnya dalam ushul fiqih.
Ada juga beliau sebutkan, setelah itu
biasanya mereka mulai membahas mengenai perbedaan antara kufur dan syirik,
dengan biasanya mengambil perkataan Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa juz 20.
Nama syirik itu ditetapkan untuk orang yang menyekutukan Allah sekalipun belum
datang risalah. Kata mereka kufur dan syirik itu dua hal yang beda, kalau
syirik itu adalah pelakunya disebut musyrik sekalipun belum datang hujjah.
Sedangkan kafir itu orang yang melakukan syirik jika sudah sampai hujjah kepadanya.
Dan hal ini dengan dalil-dalil yanga mereka pakai, mereka anggap itu sebuah
perkara yang sudah pasti, satu-satunya pendapat dalam Islam. Jika caranya
seperti itu, bagaimana jutaan umat Islam orang-orang tua kita yang meninggal
sebelum mendapat dakwah bahwa pancasila itu adalah syirik akbar yang harus
dijauhi? Apa mereka disebut musyrik? Jika iya, berarti kita yang lahir darinya
juga musrik, tidak berhak mendapat warisan. Padahal disebutkan oleh Ibnu Hazm
(meninggal abad 5H) dalam bukunya ‘Al Fasl fii Al Milal wa Ahwa wa Nihal’
bahawa Imam Syafi’i menyatakan syirik dan kufur itu sama saja. Sementara Imam
Abu Hanifah menyatakan syirik dan kufur itu berbeda. Jadi artinya masalah
perbedaan pendapat tentang itu sejak abad pertama hijriyah sudah ada yang
membahasnya, tapi tak ada satupun ulama yang membesar-besarkannya untuk
dijadikan inti madzhab mereka. Itupun ranahnya bukan ranah menyalahkan,
buktinya ulama madzhab lainnya tidak pernah membahas masalah itu, ulama aqidah
tidak membahas hal itu. Bahkan Ibnu Hazm sendiri dalam bukunya menguatkan
pendapat yang menyatakan syirik dan kufur itu sama. Jika dicari dalilnya dalam
Al Qur’an juga banyak yang menyebutakan bahwa syirik dan kafir itu sama.
Kemudian perkara berikutnya yang beliau
sebutkan itu yang mereka bahas setelah itu adalah kaidah “barang siapa yang
tidak mengkafirkan orang kafir atau ragu-ragu tentang kekafiran orang kafir
maka dia kafir”.
Kemudian setelah itu, pembahasan tentang
al asma’ wal ahkam, masalah nama-nama dan hukum-hukum. Orang mempelajari agama,
aqidah, tauhid itu harus faham dalil ini-itu. Ada batasan-batasan, jika belum
faham itu berarti belum faham tauhid atau belum belajar aqidah.
Kemudian setelah itu tentang klaim
adanya ijma’-ijma’ atas perkara ini dan itu. Yang padahal ijma’ itu adalah ijma’
versi dakwah Nejd. Padahal Nejd itu di tengah dunia Islam cuma berapa luasnya?
Ulamanya juga cuma berapa jika dibandingkan dengan ulama di seluruh dunia. Dulu
ketika zaman Imam Malik (Imam Madzhab ke-2) yang hidup abad 2H, beliau hidup di
Madinah dan bergaul dengan orang-orang anak keturunannya muhajirin dan anshar,
paling tidak beliau bertemu dengan generasinya tabi’in, baik yang senior maupun
yang junior. Ketika beliau saat itu merumuskan salah satu dasar madzhabnya ijma’
adalah penduduk Madinah, itu saja mendapat kritikan dari ulama lainnya. Prinsip
beliau, Madinah itu negeri hijrahnya Rasulullah, jadi ilmu itu gudangnya di
situ, tidak mungkin penduduk Madinah itu menyelisihi jalannya Rasulullah. Itu
ulama yang hidup pada abad 2H seperti itu, tapi ketika pendapat-pendapatnya
seluruh ulama Madinah, peduduk Madinah diterima secara bulat oleh Imam Malik
yang lalu dijadikan sebagai dasar madzhab, itu para ulama lain mengkritik.
Tidak benar jika perbuatan penduduk Madinah itu dijadikan sebagai dalil syar’i,
karena sepeninggal Rasulullah apalagi pada masa Abu Bakar dan ‘Utsman itu
ribuan sahabat meninggalkan Madinah ke negeri mana saja untuk berjihad dan
berdakwah. Bahkan jika kita baca dalam sejarah, kuburan terbesar kedua di dunia
yang menampung paling banyak jenazah
para sahabat itu adalah di Homs, Suriah. Lalu Imam Malik sendiri ketika menulis
kitab hadits Al Muwatha’, kitab hadits yang dianggap paling shahih pada masa
itu, bagaimana khalifah kedua Daulah Abbasiyah, Abu Ja’far al Mansyur
mendatangi beliau dan menanyakan bagaimana jika kitab itu diwajibkan untuk
seluruh rakyat, maka Imam Malik melarangnya karena para sahabat Rasulullah itu
sudah pergi kemana-mana, ilmu mereka juga sudah menyebar kesana-kemari, dan
ilmu yang ada pada kitab hadits beliau itu belum mewakili semua ilmu itu. Boleh
jadi ada ilmu-ilmu, hadits-hadits yang belum beliau ketahui, dan dalam
sejarahnya memang Imam Malik tidak pernah meninggalkan kota Madinah untuk
belajar di kota lain. Maka jika diwajibkan, boleh jadi akan ada ilmu-ilmu,
hadits-hadits lain yang tidak akan diterapkan. Sebagi contoh kecil, salah satu
yang lewat dari madzhab Imam Malik adalah seperti puasa 6 hari di bulan syawal,
karena setahu beliau selama hidup 40-60 tahun di Madinah itu tidak ada penduduknya
berpuasa 6 hari di bulan Syawal. Karena yang meriwayatkan hadits itu sudah mati
duluan, sudah menyebar di Irak, Syam, dll. Makanya di madzhab yang lain, hadits
itu mereka kenal sementara di Madinah sendiri hadits itu tidak dikenal.
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Teks Arab :
جواب سؤال في جهاد الدفع
بقلم
الشيخ عطية الله
بسم
الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين،
وصلى الله وسلم وبارك على عبده ورسوله نبينا محمد وآله وصحبه والتابعين.
وبعد..
فقد وردني هذا السؤال
مكررا من الإخوة في الجبهة الإعلامية الإسلامية العالمية، وأهملت الإجابة عليه قائلا
لهم إن هذا سؤال متعنت من أهل الزيغ والضلال والفتنة، لا سؤال من يريد الحق ويطلب الهدى،
وذلك لمعرفتي بأن هذا السؤال بل هذه الشبهات متلقاةٌ عن قوم مخصوصين ضالين خوارج مارقين
من ربقة الإسلام، وهم جماعة المخلف المكنى أبا مريم، كما حدثني عنهم مَن سمع كلامهم
أو قرأ لهم أو ناقشهم على الانترنت، غير أن الإخوة ألحوا في كتابة جواب، لأن الأمر
أشكل على بعض الإخوان الطيبين من أهل الخير.
فاستعنت بالله تعالى في
كتابة هذا الجواب، سائلا المولى عز وجل الهدى والسداد والتوفيق للصواب:
السؤال: جهاد الدفع إنما
شرع للدفاع عن دار الإسلام التي يصول عليها الكفار، فكيف يمكن تأدية جهاد الدفع اليوم
وجميع ديار المسلمين تحولت لديار كفر لغلبة الكفار عليها، فكيف يمكن الرد على هذه الشبهة،
ثم أليس الحكم العام للمقيمين في ديار الكفر أنهم كفار مشركون، فكيف نحكم على عامة
بلاد الإسلام بأنهم مسلمون؟
وقبل الجواب،
متوكلين على رب الأرباب الملك الوهاب، نذكر لإخواننا مقدمة نافعة إن شاء الله، فيها
عِبَرٌ وتنبيه على سوء حال هؤلاء المارقين وأمثالهم، وفيها بيانٌ مختصرٌ لمجمل أصول
ضلالهم، ووصايا لإخواننا المسلمين في كل مكان ليحذروهم، وبالله المستعان: