#23_Udzur Kebodohan Dalam Syirik Akbar [6/7]


___________________________________

Syaikh Ansyaqiti memahami hadits2 tsb :

Hadits2 tersebut hadits ahad, sementara ada dalil lain yang kedudukannya mutawatir, bukan ahad lagi yang berasal dari Al Qur'an

QS. Al Isra17 ayat 15___QS. Al Mulk ayat 8-9____QS. Al An'am ayat 130___QS. Thoha ayat 134____QS. Az Zumar ayat 71____QS. Qof ayat 28_____QS. Mukmin ayat 49-50____QS. An Nisa ayat 165

Inti ayat2 di atas : Org masuk neraka itu setelah mendapat peringatan Rasul
_______________________


Tarjih, ketika mendapati pertentangan dalil. Mendahulukan yg mutawatir daripada ahad.

Dipadukan dengan dalil lain, cari dalil lain yang bisa dikompromikan. Ada 10 hadits_org yg masuk neraka bukan karena musyrik, tapi karena tidak lulus ujian di akhirat

Tidak pas jika menyamakan kasus orang2 ahlul fatroh di 3 hadits tersebut dengan orang2 setelah rasul datang
_________________________


Hadits ttg Abdulloh bin Jud'an
Imam nawawi : perbuatan baik yg dia kerjakan tdk memberi manfat diakhirat karena dia orang kafir, kafir trhdp hari akhir. Karena seumur-umur dia tidak pernah berdoa yg intinya smg Alloh mengampuni dosa2nya nanti pada hari kiamat
_________________________


Apa benar musyrikin fatroh itu orang2 muslim? Menurut sejarah tidak.

Dalil : QS. Al Isra' 6____QS. Az Zumar 45____QS. Ash Shofat 35-36____QS. Asy Syuro' 13____QS. Shod 4-7

Inti : Orang musyrik sebelum rasul tidak bisa menerima la illa ha illallah
_______________________


Muslim yang kliru berbeda dgn kafir asli
QS. Al Baqarah 286___QS. At Taubah 115___QS. Al Ahzab 5

::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Masih membahas beberapa hadits yang sebelumnya kita bahas 3 buah hadits yang menyebutkan tentang bapak-ibu Rasulullah dan Abdullah bin Jud’an, yang mereka adalah orang musyrik yang hidup pada zaman fatrah (zaman jahiliyah sebelum diutusnya Rasulullah). Dalam hadits itu disebutkan bahwa mereka masuk neraka dan dipahami oleh beberapa ulama bahwa mereka adalah orang musyrik. Mereka berbuat di dunia disebut musyrik sekalipun belum datang kepadanya dakwah Rasulullah, dan di akhirat mereka masuk neraka. Berarti menurut beberapa ulama, itu adalah dalil bahwa tidak ada udzur sama sekali dalam jahl, pokoknya siapa yang berbuat syirik maka dia disebut musyrik. Itu kalau belum sampai dakwah, jika sudah sampai dakwah namanya ‘musyrik-kafir-murtad’.

Bagaimana cara para ulama lainnya memahami dalil-dalil tersebut? Kemarin sudah kita jelaskan, sebenarnya orang-orang musyrik yang hidup pada zaman Fatrah sebelum diutusnya Rasulullah itu bermacam-macam, tidak semuanya bisa dianggap orang bodoh yang belum sampai kepadanya ilmu. Karena ada orang-orang yang masih memiliki ilmu baik dikalangan orang musyrik Arab sendiri, atau Yahudi, atau Nashrani. Sebetulnya di kalangan orang-orang musyrik Arab sendiri mereka sudah tahu yang berhak disembah itu hanya Allah saja. Begitu juga tidak semuanya kesalahannya berbuat syirik, ada kesalahannya karena tidak percaya dengan Hari Akhir yang itu dalam Al Qur’an ayatnya bisa ratusan karena surat-surat Makiyah itu 19 Juz sendiri dalam Al Qur’an. Sementara dari 19 Juz surat Makiyah itu intinya ada 3, yaitu iman kepada Allah, iman kepada Hari Kiamat, dan iman kepada nabi dan rasul. Artinya akan kita temukan mungkin lebih dari 1000 ayat yang membahas Hari Kiamat sendiri. Dan bagaimana orang-orang musyrik itu kesalahan mereka bukan karena faktor syiriknya saja tapi karena ada faktor mengingkari Hari Kiamat.

Kita lanjutkan bagaimana cara memahami hadits-hadits tersebut,

·         Syaikh Ansyinqiti-rahimahullah- dalam tafsirnya Adwaul Bayan, beliau memberikan jawaban yang ringkas tapi sangat pas, menyatakan “Dan para ulama menjawab alasan keempat bahwasannya hadits-hadits yang tercantum dalam Shahih Bukhari (3 hadits) itu adalah hadits-hadits Ahad. Sementara ada dalil-dalil lain yang kedudukannya bukan lagi Ahad, tapi juga Muttawatir, karena berupa ayat-ayat Al Qur’an (semua ulama sepakat yang ada dalam Al Qur’an itu diriwayatkan secara Muttawatir, sehingga tidak ada ikhtilaf tentang shahih-tidaknya, karena pasti shahih, yaitu ayat-ayat Al Qur’an dan sifatnya qat’i. Yaitu firman Allah dalam :

-          QS. Al Isra’ (17) ayat 15 “..dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”

-          QS. Al Mulk ayat 8-9, Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?" Mereka menjawab: "Benar ada", Sesungguhnya telah datang kepada Kami seorang pemberi peringatan, Maka Kami mendustakan(nya) dan Kami katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.”

-          QS. Al An’am (6) ayat 30
-          QS. Thaha (20) ayat 134
-          QS. Az Zumar (39) ayat 71
-          QS. Qaaf (50) ayat 28
-          QS. Al Mu’min/ Ghafir (40) ayat 49-50
-          QS. An Nisa (4) ayat 165

Semua ayat itu menyebutkan bahwasannya orang masuk neraka itu setelah mendapatkan peringatan dari Rasul. Orang sudah tidak punya hujjah lagi ketika sedah diutus kepadanya dakwah rasul. Ayat-ayat diatas adalah Muttawatir secara kekuatan wurud, qath’iyatul wurud, dhalalahnya juga qath’i. Jadi jika ada hadits bahwa orang belum datang kepadanya dakwah rasul tapi dimasukkan ke neraka, jika ditarjih yag didahulukan bukan hadits Ahad tapi ayat-ayat yang Muttawatir, yang qath’i. Itu cara pertama dalam memahami hadits ini.

Cara tarjih di atas sebetulnya cara terakhir yang ditempuh ketika kita mendapati bertentangan dalil. Yang mana cara pertama yang harus diusahakan adalah dengan Jama’, mengkompromikan antara kedua dalil itu. Kalau tidak ada baru dicek apakah ada nashih-mansukhnya. Jika tidak ada, baru diadakan tarjih. Kalau secara tarjih, jelas yang menang ayat-ayat yang muttawatir dan qath’i. Dilihat dari cara tarjih saja itu sudah tidak pas, kemudian hadits-hadits tadi digunakan pokoknya tidak ada udzur jahl.

·         Disebutkan oleh para ulama bahwa semua hadits tadi berbicara tentang kasus ahlul fatrah (orang yang belum datang kepadanya dakwah Rasulullah) ini beda halnya ketika kita membahas orang-orang yang hidup setelah zaman Rasulullah, dimana secara global mereka beriman kepada Allah dan Rasulullah, punya komitmen global baik amalan lisan, hati , maupun anggota badan terhadap syahadat. Maka tidak pas jika hadits tentang orang yang belum masuk Islam digunakan untuk orang-orang yang telah masuk Islam secara sah.

·         Apakah benar orang-orang ahlul fatrah tersebut dianggap sebagai orang muslim, orang yang berada di atas agamanya nabi Ibrahim dan nabi Ismail? Itu secara sejarah ternyata tidak pas. Dimana sudah kita bahas pada pembahasan sebelumnya. ‘Amru bin Luhai bin Khuzai’, pemimpin suku Khuza’ah yang melakukan kudeta di Mekah mungkin 1000 tahun lebih setelah nabi Ismail itu mendapati masyarakat di atas tauhid kemudian dia tidak puas dengan tauhid itu lalu dengan sengaja membuat agama baru, yaitu agama syirik, penyembahan terhada berhala. Penggalian arkeologi di pantai Laut Merah dan menemukan 5 buah patung orang sholeh yang disembah pada zamannya nabi Nuh ‘alaihissalam. Lalu dibagikan kepada suku-suku besar di Mekah. Sejak zaman itulah jika orang meninggal berarti meninggal di atas syirik padahal sebenarnya dia tahu bahwa itu sebetulnya bukan agamanya nabi Ibrahim. Kalau anaknya sejak lahir dalam kondisi seperti itu bukan lagi dia dari keluarga muslim, tapi lahir dari keluarga musyrik. Sampai zamannya orang tua Rasulullah dengan kira-kira lebih dari 500an tahun orang berbuat syirik, jadi tidak bisa lagi dia disebut muslim karena sejak lahir sampai tua dan sampai meninggal dia tidak mengakui satu-satunya yang berhak diibadahi itu hanya Allah. Dia tidak percaya, tidak bisa menerima konsep ‘laa illaha illallah’, satu-satunya yang berhak diibadahi hanya Allah. Mereka meyakini yang harus diibadahi itu harus banyak, soalnya jika Tuhan hanya satu, bagaimana Tuhan bisa mengurusi keperluan hambanya.

Itulah yang ditegaskan dalam QS. Al Isra’ (17) ayat 6, QS. Az Zumar (39) ayat 45, QS. Al Mu’min (40) ayat 12, QS. Ash Shafat (37) ayat 35-36, QS. Asy Syura (42) ayat 13, QS. Shaad (38) ayat 4-7. Yang mana ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa orang-orang musyrik sebelum zamannya Rasulullah itu tidak bisa menerima konsep ‘laa illaha illallah’. Beda dengan orang yang sejak awal dia menerima itu, punya komitmen untuk melaksanakan ‘laa illaha illallah’ tapi kemudian dia keliru, mufti’ atau mutta’awil. Itu punya hokum tersendiri, beda dengan orang kafir yang memang sejak awal tidak punya komitmen dengan tauhid, dengan Islam secara global.

Untuk mufti’ dan mutta’awil maka bisa dibaca dalam QS. Al Baqarah ayat 286, yang itu dalam tafsir hadits-hadits yang menyebutkan malaikat turun dari langit khusus membawa 2 wahyu kepada Rasulullah yang mana wahyu tersebut belum pernah diwahyukan kepada seorang nabipun sebelum beliau. Yang pertama surat Al Fatihah dan yang kedua penutupan dari surat Al Baqarah. Wahyu itu untuk umat Muhammad Shalallahu ‘alaihi Wassalam. Sejak zaman nabi Adam ‘alaihissalam sampai nabi ‘Isa ‘alaihissalam, wahyu itu belum turun untuk mereka.

-          Dan ayat itu diterangkan dalam 2 hadits shahih dalam Shahih Muslim bahwasannya Allah mengabulkan doa itu, "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah.”

-          Kemudian dalam QS. At Taubah ayat 115, “dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan[663] suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” Jadi jika orang sudah beriman, sudah mendapat petunjuk maka dia tidak difonis sesat, kafir, lain-lain sampai Allah jelaskan padanya bahwa apa yang dia kerjakan itu keliru, apa yang dia kerjakan itu harusnya dia tinggalkan.

-          Juga dalam QS. Al Ahzab (33) ayat 5, “dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Ini yang membedakan muslim mutta’awil, mufti’ dengan orang kafir asli yang tidak punya komitmen dengan Islam secara global.


Kembali pada pembahasan hadits, jika ditarjih sebagaimana perkataan Syaikh Ansyinqiti, maka yang didahulukan adalah dalil yang muttawatir, qath’i. Tapi sebenarnya sebelum itu masih memungkinkan untuk mengkompromikan dalil-dalil. Ada dalil yang menerangkan ada orang tidak akan masuk neraka, dll kecuali setelah datang padanya rasul, sementara ada hadits lain yang menerangkan bahwa orang masuk neraka padahal belum datang padanya dakwah rasul. Maka memahaminya adalah mencari dalil lain yang bisa mengkromomikan, dan dalil itulah yang dibahas oleh para ulama. Dimana disebutkan terdapat 10 hadits yang menyatakan bahwa orang yang masuk neraka sebelum datangnya dakwah rasul itu bukan karena kesyirikan yang dilakukan semata tapi karena di akhirat dia tidak lulus ujian, dimana di akhirat akan diadakan ujian ulang. Allah utus kepada mereka seorang rasul, yang mana rasul tersebut akan memerintahkan kepada mereka supaya masuk neraka, siapa yang taat kepada rasul ini maka dia dianggap taat pada Allah dan rasulNya dan diselamatkan dari neraka, akan menjadi penduduk surga. Dan sebaliknya siapa yang menolak perintah rasul tadi berarti dia membangkang kepada Allah dan rasulNya, sehingga dia akan dimasukkan ke neraka. Orang-orang yang tadi musyrik tapi divonis masuk neraka berarti golongan ini, golongan yang nanti di akhirat dites dan dia tidak lulus. Tentang itu para menyebutkan beberapa hadits ketika menafsirkan QS. Al Isra’ ayat 15.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah saat menafsirkan, “Dan kami tidak mungkin mengadzab siapapun sampai kami mengutusnya seorang rasul”, beliau menyatakan “Ayat ini merupakan pemberitahuan tentang keadilan Allah dan Dia tidak ungkin mengadzab seorangpun kecuali setelah Allah tegakkan hujjah kepadanya dengan mengutus seorang rasul padanya. Sebagaimana Allah firmankan dalam QS. Al Mulk dan ayat “Orang-orang yang masuk neraka berteriak-teriak ‘Wahai Tuhan kami, keluarkan kami dari neraka agar kami bisa beramal shalih yang dulu tidak kami kerjakan’, maka Allah menjawab, ‘Bukankah kalian telah Aku beri umur yang cukup bagi orang yang akan mengambil peringatkan, dan bukankah telah datang kepada kalian seorang pemberi peringatan’.” Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan bahwasannya Allah tidak mungkin memasukan seorangpun ke dalam neraka kecuali setelah Allah mengutus padanya seorang rasul.”

Jadi seperti bapak-ibu Rasulullah, Abdullah bin jud’an, dll jika masuk neraka pasti ada proses diutusnya rasul kepada mereka, kalau tidak di dunia ya di akhirat.

“Dan di sini ada beberapa hadits yang akan saya sebutkan kepada anda dengan pertolongan dan taufiq Allah. Kemudian saya akan menyebutkan satu pembahasan ringkasan dari perkataan para ulama.”

Hadits pertama yang beliau sebutkan :

Hadits dari al Aswad bin Sari’, Bahwasannya Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda “Akan ada 4 golongan yang di hari kiamat nanti membantah Allah, yang pertama adalah orang yang tuli, tidak bisa mendengar apapun, yang kedua orang yang idiot, yang ketiga orang yang tua/ pikun, yang keempat adalah orang yang mati di zaman fatrah. Maka orang yang buta maka dia akan berkata kepada Allah ‘Wahai Allah Islam telah datang kepadaku tapi aku tidak bisa mendengar apa-apa ketika orang menjelaskan Islam’. Orang kedua yang idiot ‘Ya Allah Islam memang telah datang kepadaku, tapi anak-anak kecil saja melempari aku dengan kotoran unta (artinya juga tidak bisa memahami dakwah Islam seperti apa). Adapun orang yang pokun mengatakan ‘Wahai Allah Islam telah datang kepadaku tapi aku sudah tidak bisa memahami apa-apa’. Adapun orang yang mati di zaman fatrah, ‘Wahai Allah belum datang kepadaku seorang rasulpun yang Engkau utus.’ Lalu Allah mengambil perjanjian dari 4 golongan tadi bahwa mereka akan taat kepada Allah dan rasulNya. Kemudian Allah mengutus kepada mereka seorang rasul dengan membawa perintah ‘masuklah kalian ke dalam neraka!’ Demi Allah yang nyawa Muhammad di tanganNya seandainya orang-orang tadi mau mengikuti perintah rasul tadi maka tentulah api neraka itu akan dingin dan selamat bagi mereka.”

Ini hadits yang pertama, disebutkan oleh Imam Ahmad, al Baihaqi, dll. Kemudian beliau mengatakan “hadits ini sanadnya shahih.”

Dan ada 9 hadits lainnya yang sejenis, bisa dibaca pada tafsir Ibnu Katsir. Maka beliau menyebutkan disitu tentang nasib orang yang mati di zaman fatrah tadi, beliau menyatakan “Dan diantara ulama menyatakan bahwa orang yang mati di zaman fatrah itu akan diuji di pelataran sebelum ujian untuk melewati shirat, maka barang siapa taat kepada rasul itu maka dia akan masuk surga dan akan terbuktilah ilmu Allah bahwasannya orang itu layak menjadi ahlu sa’adah. Dan barang siapa membangkang maka dia akan masuk neraka dalam keadaan hina dan akan terbuktilah ilmu Allah yang terdahulu bahwasannya orang itu memang menjadi oarng yang celaka. Pendapat ini adalah pendapat yang mengkompromikan semua dalil dan kesimpulan ini telah ditegaskan oleh hadits-hadits di atas yang satu sama lain saling menguatkan. Dan pendapat inilah yang diriwayatkan oleh Syaikh Abu Hasan al Asy’ari dari ahlussunnah wal jama’ah. Dan pendapat ini juga yang ditarjih oleh Imam al Baihaqi dalam kitabnya ‘Al I’tiqad’. Dan pendapat ini juga yang dikuatkan oleh para ahli tahqiq dari kalangan ulama kufah, ahli hadits, dan para kritikus hadits.”

“Hadits-hadits di sebaiannya shahih sebagaimana telah ditegaskan oleh banyak ulama dan ada juga yang drajatnya hasan, ada juga yang drajatnya dha’if tapi dikuatkan oleh yang shahih dan hasan. Jika hadits-hadits dalam satu bahasan itu satu sama lain saling bersambung dan menguatkan menurut cara diatas maka hadits-hadits tersebut menjadi hujjah menurut para ulama yang mengkaji hadits.”

Nah inilah yang beliau kuatkan, dan jika kita baca karya-karya para ulama ahlussunnah lainnya seperti Imam Ibnul Qayyim dalam ‘Thariqul Hijratain’, Imam Ibnu Taimiyah, dll menyatakan seperti itu. Cara mengkompromikan dalil antara hadits-hadits yang menyebutkan orang berbuat syirik zaman jaihilah tapi masuk neraka padahal belum diutus kepadanya rasul. itu dipadukan dulu dengan ayat-ayat yang muttawatir dan qath’i tadi dan juga dengan hadits-hadits tersebut di atas sehingga disimpulkan mereka masuk neraka itu jika di dunia faktornya karena belum datangnya rasul maka sepuluh hadits ini menyatakan di akhirat di uji dulu. Jadi dia masuk neraka itu bukan karena syirik semata tapi karena juga dia tidak taat kepada rasul.

Inilah cara memahami dalil yang mengkompromikan semua dalil yang ada. Jika dipahami dari hadits-hadits tersebut semua orang berbuat syirik baik sudah datang padanya dakwah atau belum, baik dia bodoh ataukah tidak semua masuk neraka dan tetap dibilang musyrik berarti orang yang memahami seperti itu mengabaikan ayat-ayat yang muttawatir dan kesepuluh hadits di atas. Itu cara berdalil yang tidak pas, ahlussunnah memahami dali tidak seperti itu. Kalau ada satu bab, maka semua ayat danhadits yang berkenaan dengan hal itu dikumpulkan semua, dikompromikan jika ada pertentangan.

Inilah cara memahami hadits-hadits tersebut. Jadi tidak kemudian dipahami secara mudah pokoknya orang berbuat syirik tidak ada udzur sama sekali, tapi perlu dilihat dulu kondisinya, perlu dilihat dalil-dalil lain, dan perlu dilihat dia muslim yang berbuat keliru ta’wil ataukah kafir asli, dsb.

Tentang hadits Abdullah bin Jud’an, dalam syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi menyatakan bahwa makna hadits tersebut perbuatan baik yang dikerjakan oleh Abdullah bin Jud’an itu tidak memberikan manfaat kepadanya di akhirat karena dia orang kafir. Dan itulah maksud dari sabda nabi “Dia belum pernah berdoa ‘Wahai Allah ampunilah dosaku kelak pada hari kiamat”, maksudnya dia tidak percaya dengan kebangkitan setelah mati. Artinya kafirnya adalah kafir kepada Hari Akhir. Dan barang siapa tidak membenarkan Hari Kiamat maka dia orang kafir sehingga amalannya di akhirat tidak akan ada manfaatnya. Dan para ulama lainnya menambahkan bahwa ‘...ampunilah dosa-dosaku..’ itu berarti tidak mungkin orang akan berdoa seperti itu jika dia tidak tahu bahwa dia berbuat dosa, berarti sebenarnya berbuat dosa bukan karena kebodohan. Dia tahu berbuat dosa, tapi karena dia tidak percaya Hari Kebangkitan, tidak ada pembalasan. Berarti dia bukan orang jahil, dia melakukan perbuatan dosa itu di atas ilmu, pengetahuan.

Allahu’alam..





-           

About

Here you can share some biographical information next to your profile photo. Let your readers know your interests and accomplishments.