________________________________________
Beberapa dalil Hadits yang digunakan oleh yang berpendapat tdk ada udzur kebodohan :
Hadits ttg "Dimanakah bapakku?....."_Shohih Muslim
Hadits nabi memintakan ampun atas ibunya kepada Alloh_Shohih Muslim
Hadits ttg Ibnu Jud'an_Shohih Muslim
Mereka memahami ketiga hadits ini bahwa : Mereka musyrik dan meninggal sebelum rasul diutus, namun mereka tetap dineraka
Dan ulama-ulama yang memberi udzur kebodohan memberi penjelasan dari 3 hadits di atas :
Kondisi orang2 yang hidup di Mekah saat itu tidak semuanya orang bodoh. Ada hanifiyun/lurus/masih mengerti sisa2 dakwah tauhid nabi Ibrohim, Ismail,dll. Juga ada ahli kitab yang mereka mengetahui kebenaran. Dengan beberapa bukti :
Shohih Bukhari_Hadits ttg Zaid bin Amru bin Nufail, seorang hanifiun, bukan musyrikin dan ada usaha mencari kebenaran. (ada 3 hadits)
Shohih Bukhori-Muslim _ Hadits Waroqoh bin Naufal, artinya masih ada orang2 yang mendakwahkan kebenaran
QS. Luqman ayat 22 dan ayat yang semakna, artinya oarang2 musyrik tau bahwa yang harus diibadahi adalah Alloh.
QS. An Naml 67-68, musyrikin yang masuk neraka tidak hanya saja karena faktor syirik saja, tp ada yang mengingkari hari kebangkitan/ hari akhir juga.
QS. Az Zumar ayat 45, Musyrikin tidak bisa menerima konsep ke-Esaan Alloh, Rob itu harus banyak
QS. Ash Shofat 35,36 ______ QS. Shod ayat 5,6,7
Orang tua nabi termasuk generasi yang dimurtadkan oleh generasi sebelum2nya
:::::::::::::::::::::::::
Kita akan membahas
dalil-dalil dari hadits yang dianggap oleh kelompok ulama yang menyatakan tidak
ada udzur bil jahl sama sekali dalam perkara syirik.
Ada beberapa
hadits,
1. Hadits dalam Shahih-Muslim, dari Anas bin Malik bahwasannya ada seorang
Sahabat yang bertanya kepada Rasulullah,”Wahai Rasulullah, dimana bapak saya?”
(maksudnya kelak di akhirat kelak), lalu Rasulullah menjawab “Bapak kamu di
neraka”. Ketika sahabat tadi berbalik badan untuk pulang, Rasulullah
memanggilnya kembali dan berkata “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu ada di dalam
neraka.”
2. Hadits dalam Shahih-Muslim, bahwasannya Rasulullah meminta izin kepada
Allah untuk memintakan ampun bagi ibu beliau dan Allah tidak mengizinkan.
Kemudian beliau meminta izin kepada Allah untuk berziarah ke makam ibunya dan
Allah mengizinkannya.
3. Hadits dalam Shahih-Muslim tentang Ibnu Jud’an. Dari ‘Aisyah
Radhiallahu’anha, dia berkata “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ibnu Jud’an,
Abdullah bin Jud’an dulu adalah orang yang suka memberi makan, suka menyambung
tali kekerabatan, maka apakah perbuatan baiknya itu akan bermanfaat baginya (di
akhirat kelak)? Maka Rasulullah menjawab “Tidak, karena sesungguhnya belum
sekalipun seumur hidupnya Ibnu Jud’an berdoa kepada Allah ‘Wahai Allah
ampunilah kesalahan-kesalahanku pada Hari Pembalasan’.”
Ini tiga hadits, ada beberapa hadits lainnya,
tapi intinya kepada hadits ini. Tiga
hadits ini menyebutkan orang-orang musyrik di Mekah meninggal sebelum diutusnya
Rasulullah dan beliau dalam hadits-hadits itu menyatakan bahwa mereka di
neraka. Dari hadits-hadits ini para ulama yang berpendapat tidak ada udzur
menyimpulkan :
1. Pokoknya pelaku syirik mesti disebut orang musyrik baik sebelum datang
hujjah sekalipun. Dan karena dia disebut musyrik maka tidak ada udzur jahl
baginya, entah mau tahu ilmu atau tidak jika berbuat syirik maka disebut
musyrik. Itu jika belum datang hujjah, jika setelah datang hujjah maka disebut
Kafir-musyrik-murtad.
2. Orang-orang ini berbuat syirik sebelum datangnya Rasulullah, dakwah
Islam, tapi mereka tetap masuk neraka. Jika sebelum datangnya Rasulullah saja
berbuat syirik maka masuk neraka, tidak ada udzur bagi dia, apalagi bagi orang
yang hidup setelah zaman diutusnya Rasulullah dan diturunkan wahyu Al Qur’an
dan Assunnah, maka sudah jelas bahwa tidak ada lagi udzur bagi mereka.
Itu cara mereka memahami hadits-hadits
tersebut. Intinya mereka menyebut orang-orang itu sebelum datangnya Rasulullah
(ahlul fatroh) sebagai orang-orang bodoh, belum datang kepada mereka Rasul,
kitab suci tapi tetap disebut musyrik dan di akhirat tetap masuk neraka, tidak
ada udzur bagi mereka.
Bagaimana cara ulama lain yang memeberi udzur
dalam memahami hadits ini? Mereka mengatakan berdasarkan dalil Al Qur’an,
hadits, dan perkataan para ulama sesungguhnya orang-orang yang hidup pada zaman
fatroh (sebelum diutusnya Rasulullah) itu bermacam-macam. Tidak semuanya orang
bodoh, ada yang bodoh dan ada yang pintar, ada yang sudah mengetahui kebenaran
tapi berpaling, ada orang yang mempunyai kesempatan belajar tapi tidak mau
belajar, ada juga orang yang tahu kebenaran dana dia mempertahankannya, atau
tahu bahwa masyarakatnya salah lalu dia berusaha untuk mencari kebenaran.
Intinya orangnya macam-macam dan tidak bisa dipukul rata bahwa semua orang
bodoh yang sehingga al-jahl bukan udzur. Tidak seperti itu kondisinya.
Buktinya :
1. Kondisi orang-orang Arab Qurasy, dan suku-suku lainnya yang hidup di
kota Mekah, dimana bapak-ibu Rasulullah, Ibnu Jud’an, dll itu hidup di situ. Di
kota Mekah itu tidak semua orangnya bodoh, tidak mengetahui kebenaran. Ada pada
zaman itu orang-orang yang disebut “Hanifiyun”, orang-orang yang masih lurus,
masih mengerti sisa-sisa dakwah tauhidnya nabi Ibrahim, nabi Ismail, dan nabi
lainnya. Orang-orang yang ketika masyarakat lainya berbuat syirik, dia tidak
ikut-ikutan. Bahkan mereka dengan tegas mengajak masyarakat tempat mereka hidup
untuk kembali kepada ajaran nabi Ibrahim. Artinya ada orang berdakwah mengajak
kepada tauhid tapi yang masyarakat mayoritasnya tidak mau menerima atau tidak
mau tahu, tidak mau belajar, tidak mau mendengarkan.
Diantara
buktinya adalah kisah tentang bapaknya Sahabat Sa’id bin Zaid, namanya Zaid bin
Amru bin Nufail. Kisahnya disebutkan dalam Shahih Bukhari, pada kitab Manaqibul
Anshar, Imam Bukhari menyebutkan beberapa hadits kisah tentang Zaid bin Amru
biin Nufail. Beliau ini adalah salah seorang Hanifiuyun yang hidup di kota
Mekah dimana ketika orang lain berbuat syirik, dia tetap mengikuti ashlu
tauhid, intinya, pokok dasar tauhid secara global. Meyakini bahwa yang berhak
disembah hanya Allah, tidak ada yang berhak disembah selainNya dan beliau ada
usaha untuk mencari kebenaran. Ada 3 hadits disebutkan Imam Bukhari dalam kitab
Manaqibul Anshar bab Hadistu Zaid Ibni ‘Amri ibni Nufail.
a.
Hadits dari Abdullah bin ‘Umar,
“Nabi pada zaman jahiliyah pernah bertemu dengan Zaid bin ‘Amru bin Nufail di
bagian bawah Mekah/ selatan sebelum turunnya wahyu kepada Rasulullah. Lalu
dihidangkan kepada Rasulullah satu wadah nampan kayu berisi daging yang
dimasak, tapi Zaid bin ‘Amru bin Nufail ini tidak mau ikut makan. ‘Sesungguhnya
aku tidak makan atas daging sembelihan yang kalian sembelih untuk
berhala-berhala kalian dan aku tidak makan kecuali daging yang disebutkan
padanya nama Allah.” Ini pengakuannya, pernah dihidangkan oleh Rasulullah
makanan daging tapi dia tidak mau memakannya, karena dia fikir bahwa Rasulullah
jika menyembelihnya juga menyebut nama Latta, Uzza, Manat. Dan adalah Zaid bin ‘Amru
bin Nufail ini pada zaman jahiliyah dia mencela orang-orang Quraisy atas
sembelihan mereka. Dia mengatakan “Kambing itu yang menciptakan Allah, dan
Allah turunkan utnuk kambing ini air dari langit agar menumbuhkan rerumputan di
tanah. Tapi kenapa setelah itu kalian menyembelihnya bukan atas nama Allah?”
Karena Zaid bin ‘Amru bin Nufail ini mengingkari perbuatan kaum Quraisy itu dan
menganggap itu dosa yang besar. Ini bukti bahwa pada masa jahiliyah itu ada
orang-orang yang sudah mengingatkan orang-orang musyrik untuk tidak berbuat
syirik.
b.
Hadits dari Abdullah bin ‘Umar. Zaid
bin ‘Amru bin Nufail pada zaman jahiliyah pernah pergi ke Syam untuk bertanya
agama dan mencari-cari agama yang benar. Di Syam bertemu dengan orang rabbi/
ulamanya Yahudi, kemudian dia bertanya kepadanya tentang agama Yahudi, “Mungkin
aku akan ikut agamamu maka tolong beritahukan kepadaku seperti apa agamamu”,
maka ulama yahudi itu menjawab “Kamu tidak akan ikut agama kami kecuali kamu
akan ikut mendapatkan bagian dari murka Allah”. Jadi dia menemukan seorang
ulamanya Yahudi yang jujur. Lalu Zaid berkata “Saya datang jauh-jauh dari mekah
ini inginnya lari dari murka Allah dan aku tidak akan mampu menanggung
selama-lamanya sedikitpun murka Allah. Maka bisakah engkau menunjukkan agama
yang lain untuk bisa aku ikuti?” Ulamanya Yahudi itu menjawab “Setahuku tidak
ada agama yang selamat dari murka Allah kecuali agama yang hanif”. Lalu Zaid
bertanya “Apa agama yang hanif itu?” Ulamanya Yahudi itu menjawab “Agama yang
hanif itu agamanya nabi Ibrahim, dia bukan orang Yahudi juga bukan orang
Nashrani dan dia tidak menyembah kecuali Allah.” Kemudian Zaid belum puas dan
cari-cari lagi sampai bertemu dengan seorang pendeta Nashrani, lalu dia
bertanya “Maukah anda memberitahukan agamamu seperti apa? Barangkali saya akan
ikut agamamu.” Maka pendeta itu menjawab “Kamu tidak akan mengikuti agama kami
kecuali kamu akan ikut mendapatkan bagian dari laknat Allah.” Maka Zaid berkata
“Aku tidak lari kecuali dari laknat Allah, saya tidak mungkin mampu menanggung
laknat dan murka Allah selama-lamanya, maka bisakah kamu menunjukkan kepadaku
agama yang lain?” Pendeta itu menjawab “Saya tidak tahu agama yang selamat dari
laknat Allah kecuali agama yang hanif” Maka zaid bertanya “apakah agama yang
hanif itu?” Lalu pendeta itu menjawab “Yaitu agamanya Ibrahim, dia bukan Yahudi
dan bukan Nashrani dan dia tidak menyembah kecuali Allah semata.” Ketika Zaid
mendapatkan cerita dari para pendeta Yahudi dan Nashrani tentang nabi Ibrahim
maka dia keluar dari Syam dan pulang ke Madinah. Dan ketika dia sampai di
tempat lapang dia mengangkat kedua tangannya ke langit dan berkata “Ya Allah aku
bersaksi bahwa aku di atas agamanya nabi Ibrahim” Inilah orang yang disebut
orang yang mempunyai Iman-Islam yang mujmal, meyakini yang berhak disembah
adalah Allah. Semampunya dia menyembah Allah dengan cara sederhana sesuai yang
dia ketahui karena rincian cara beribadahnya tidak tahu. Mau belajar Yahudi
dapatnya murka Allah dan mau belajar Nashrani dapatnya laknat Allah. Dan
jelas-jelas orang-orang musyrik Quraisy juga bukan orang-orang yang benar, jadi
tahunya Iman mujmal saja. Ini artinya di tengah orang musyrik itu tidak
semuanya bodoh, masih ada orang-orang yang tahu kebenaran dan mau belajar
mencari kebenaran. Sementara mayoritas lain bodohnya itu masuk bukan bodoh yang
sama sekali tidak ada yang memberi peringatan, tapi karena tidak ada keinginan
untuk belajar. Ketika ada peringatan dari orang yang lurus mereka tidak peduli.
c.
Hadits dari ‘Asma binti Abu Bakar
(putri tertua Sahabat Abu Bakar, “Saya melihat Zaid bin ‘Amru bin Nufail
berdiri dengan menyandarkan punggungnya pada Ka’bah dan dia berkata ‘Wahai
seluruh penduduk Quraisy, demi Allah tidak ada seorangpun dari kalian yang
berada di atas dinnya Ibrahim kecuali aku’. Dn adalah kebiasaannya menghidupkan
(menyelamatkan, mungkin dibeli) bayi-bayi perempuan yang mau dikubur hidup-hidup dan berkata kepada
yang ingin mengburkannya ‘Jangan kamu bunuh, biar aku yang menanggung
hidupnya’. Maka anak perempuan tadi akan dibawa oleh Zaid dan setelah dewasa
maka ia berkata pada bapaknya ‘Jika kamu mau maka akan aku serahkan anakmu ini
kepadamu dan jika kamu mau aku akan mengurusnya (menanggung biaya hidupnya).’”
Ini tiga hadits yang disebutkan oleh
Imam Bukhari tetntang adanya orang-orang yang hanif di Mekah. Tidak semua
jahil, ada juga kisah dalam Shahih Bukhari-Muslim, bagaimana Rasulullah itu
ketika pulang dari menerima wahyu di gua Hira’, maka Waraqah bin Naufal,
sepupunya Khadijah. Dia menyatakan bahwa itu adalah Namus (malaikat Jibril)
yang datang kepada nabi Musa, demi Allah seandainya dia masih muda-kuat maka
dia kan membela Rasulullah sekuat
kemampuannya ketika kaum Rasulullah mengusir beliau dari kota Mekah. Dari situ
artinya masih ada orang-orang yang mendakwahkan kebenaran, tidak semua jahil.
Jikalau ada orang jahil, jahilnya karena tidak ada usaha. Ini kondisi orang
Mekah. Kemudian selain orang musyrik Mekah ada ahlul kitab yang pada zaman
jahiliyah, fatrah, sebelum diutusnya Rasulullah, mereka tahu agama yang benar
itu adalah agamanya nabi Ibrahim, bukan Yahudi bukan Nashrani. Seperti cerita
pendeta Yahudi dan pendeta Nashrani pada hadits di atas tadi, artinya dia tahu
agama yang dia anut itu salah, cuma dia pertahankan karena ada keuntungan
materi, para pendeta itu hidupnya mewah, disebutkan dalam QS. At Taubah.
Dan dalam QS. Al Baqarah ayat 89, Allah
nyatakan bagaimana orang-orang ahlul kitab ini sebelum datangnya Islampun dia
tahu agama yang dia anut itu salah dan tahu kalau sepeninggal nabi Isa nanti
akan ada nabi baru yang membawa ajaran yang lurus, nabi terakhir. Allah
nyatakan dalam QS. Al Baqarah, “dan ketika datang kepada mereka Yahudi dan Nashrani
sebuah kitab dari Allah (Al Qur’an) yang membenarkan apa yang ada pada diri
mereka (Taurat, Injil, Zabur) dan adalah mereka sebelum datangnya Muhammad,
sebelum turunnya Al Qur’an itu mereka senantiasa memohon kepada Allah
kemenangan atas orang-orang kafir. Namun tatkala datang kebenaran (Muhammad dan
Al Qur’an) yang telah mereka kenal sebagaimana mereka kenal anak-anak mereka
sendiri justru mereka mengkufurinya, maka laknat Allah atas orang-orang kafir.”
Dalam asbabul nuzulnya disebutkan ayat ini berkenaan dengan orang-orang Yahudi
di Madinah dimana antara Aus dan Khozraj terjadi peperangan panjang selama 100
tahun lebih. Kemudian orang-orang Yahudi di Madinah terbagi menjadi 2 kelompok,
ada yang membela orang-orang Auz dan ada juga yang membela orang-orang Khozroj.
Kemudian setiap kali terjadi peperangan dan jika ada kerugian di pihak Yahudi
maka mereka selalu mengancam orang-orang musyrik, Yastrip, Madinah “Demi Allah
nanti kalau Allah mengutus nabi yang terakhir maka kami akan beriman kepadanya
dan lalu kami akan membantai kalian sebagaimana Allah membantai kaum ‘Aad dan
Tsamud.” Maka orang-orang musyrik-Yastrip itu ketakutan kepada orang-orang
Yahudi karena dia merasa bahwa mereka orang-orang ummi, tidak punya kitab suci
dan tidak punya nabi, sementara mereka (Yahudi) mempunyai kitab suci dan nabi.
Ketika datang nabi Muhammad diutus tahun 11 kenabian, orang-orang Yastrip
datang ke Madinah, naik Haji. Di Mina ada Rasulullah mengajak mereka masuk
Islam maka satu sama lainnya saling mengatakan bahwa demi Allah inilah nabi
yang dijanjikan oleh orang-orang Yahudi, jika tidak mengimani beliau duluan
maka akan keduluan oleh orang-orang Yahudi dan lalu akan dibantai habis, maka
akhirnya mereka beriman. Setelah haji selesai Rasulullah mengirim Mus’ab bin
Umair datang ke Madinah, baru tauh ke 12nya datang rombongan yang lebih besar
dan terjadilah bai’at aqabah pertama. Dan setahun kemudian setelah itu, dengan
83 orang terjadi bai’at aqabah kedua dan disebut “bai’atul qital”. Ini
menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi dan Nashrani pada zaman jahiliyah pun
mereka tahu sebenarnya agama mereka tidak benar dan akan ada nabi pembaharu,
tidak semuanya bodoh.
Begitu juga orang-orang musyrik Arab
pada masa itu mereka pada dasarnya mengetahui sebenarnya yang berhak diibadahi
itu hanya Allah, tidak semua orang tidak tahu Allah, banyak yang tahu dan
mengenal Allah. Buktinya dalam QS. Luqman (31) ayat 32 dan ayat-ayat yang
semakna dengan itu yang sangat banyak. “Dan jika mereka dikepung oleh gelombang
yang tinggi di laut sampai sekan-akan memayungi mereka maka mereka berdoa
kepada Allah dengan memurnikan penghambaan (yakin betul yang berhak diibadahi
hanya Allah) maka ketika mereka diselamatkan oleh Allah ke daratan, sebagian
mereka tetap bersikap lurus ( dan sebagian lainnya kembali syirik). Dan tidak ada mengingkari ayat-ayat kami kecuali orang-orang
yang durhaka, meyombongkan diri, dan orang-orang yang sangat ingkar.” Itu
artinya orang-orang musyrik pada zaman itu sebenarnya tahu bahwa yang berhak diibadahi itu hanya Allah.
Kesyirikan yang mereka kerjakan itu bukan karena faktor kebodohan semata. Ada
banyak ayat yang mengkisahkan seperti itu.
Begitu juga
orang-orang di kalangan musyrikin Arab tidak semuanya berbuat syirik itu karena
unsur kebodohan. Ada dari mereka yang faham Allah bahwa yang berhak diibadahi
hanya Dia, tapi tidak percaya dengan Hari Kebangkitan, Surga-Neraka. Dan ayat
yang megisahkan seperti itu banyak sekali, bahkan sampai beratnya masalah pengingkaran
Hari Kebangkitan oleh orang-orang musyrik itu maka ayat-ayat Makiyah tentang iman
pada Hari Akhir dalam Al Qur’an itu menempati 30% porsinya selain iman kepada
Allah dan iman kepada Rasul. Ini menunjukkan tidak semua orang musyrik Quraisy
Jahiliyah masuk nerakanya karena berbuat syirik saja. Dia mungkin percaya Allah
dan tidak berbuat syirik, tapi dia tidak percaya dengan Hari Kiamat.
Diantara ayatnya
selain dalam QS. Al Waqi’ah adalah QS. An Naml (27) ayat 67-68, “Dan berkatalah
orang-orang kafir ‘Apakah jika kami dan bapak-bapak kami sudah jadi tanah
apakah akan dibangkitkan/ dikeluarkan dari alam kubur? Sungguh yang seperti ini
sudah diancamkan kepada kami dan kepada bapak-bapak kami sebelum ini. Tidak
lain yang seperti ini adalah dongengan-dongengan orang-orang lampau/ terdahulu’.”
Dan ayat yang semakna dengan ini banyak sekali yang menunjukkan orang-orang musyrik
bukan karena factor syirik saja yang mreka lakukan tapi juga karena factor mengingkari
Hari Kebangkitan. Ada sebagian ulama mengatakan bahwa orang-orang Quraisy itu
di atas agama nabi Ibrahim, berarti dia muslim tapi ketika dia berbuat syirik
maka langsung hilang nama Muslimnya itu. Jadi dianggap bahwa orang-orang
musyrik Quraisy seperti bapak-ibunya Rasulullah, Abdullah bin Jud’an , dll yang
dinyatakan oleh Rasulullah masuk neraka itu awalnya muslim karena berada di
atas sisa-sisa agama nabi Ibrahim.
Apa benar
seperti itu? Jika kita lihat ayat-ayat Al Qur’an, klaim seperti itu tidak pas
karena bapak-ibu Rasulullah, Abdullah bin Jud’an itu orang-orang yang hidup ratusan
tahun setelah zamannya ‘Amru bin Luhai al Khuzai. Kita tahu dia adalah pemimpin
suku Khuza’ah yang melakukan pemberontakan untuk menyingkirkan kepemimpinan
suku Jurhum. Dimana suku Jurhum ini adalah suku mertua dari nabi Ismail. Jika kita
baca dalam “Ar Rahiqul Makhtum”, kira-kira nabi Ismail hidup sekitar 2200an
tahun sebelum diutusnya Rasulullah, sementara dari zamannya nabi Ismail ke
zamannya ‘Amru bin Luhai itu lebih dari 1000 tahun, kira-kira 1700an tahun
lebih (silahkan dibaca dalam Ar Rahiqul Makhtum bagian awal-awal tentang agama
bangsa Arab sebelum datangnya Islam). ‘Amru bin Lubai yang merubah agama nabi
Ibrahim, yang pertama kali membuat “Saibah”, “Wasilah”, “Aam” (disebutkan dalam
QS. Al Maidah) dia hidup kira-kira 400-500 tahun sebelum diutusnya Rasulullah.
Artinya, orang Arab itu dianggap diatas agama nabi Ibrahim, nabi Ismail itu
sampai zamannya ‘Amru bin Luahi bin Khuzai. Begitu dia jadi pemimpin Mekah, dia
mengadakan perjalanan ke Syam dan melihat orang-orang Syam menyembah berhala
maka dia mempunyai keinginan merubah agama nabi Ibrahim yang sudah lurus
menjadi penyembahan berhala. Akhirnya dia menerapkan penggalian arkheologi di
pantai Laut Merah, Jeddah. Di sana dia menemukan 5 patung (yang disebutkan
dalam QS. Nuh) dan dia bawa ke Mekah lalu dibagikan satu-satu setiap suku. Dia mulai dari situ, orang-orang yang sudah
lurus Islam dia murtadkan. Ketika dia dan generasinya mati, maka generasi
berikutnya mengikuti agama yang dia ciptakan, termasuk bapak-ibu Rasulullah,
Abdullah bin Jud’an yang hidup ratusan tahun setelah meninggalnya ‘Amru bin Luhai.
Maka mereka nyembahnya juga Latta, Uzza, Manat sebagaimana Allah sebutkan dalam
QS. An Najm dan ayat-ayat lainnya.
Jadi tidak benar
jika mereka disebut muslim yang di atas agama nabi Ibrahim atau nabi Ismail
karena tidak sesuai dengan fakta sejarah dan dengan ayat-ayat Al Qur’an. Dimana
dalam Al Qur’an disebutkan dengan jelas bahwa orang-orang itu sebelum datangnya
Rasulullah saja mereka tidak mengakui bahwa yang berhak disembah itu hanya
Allah saja. Mereka tidak bisa menerima konsep “Laa Illaha Illallah”, bagi mereka
Tuhan itu harus banyak, kalau hanya satu bagaimana bisa memenuhi kebutuhan
hambanya yang banyak. Sehingga ketika datang dakwah yang berhak diibadahi hanya
Allah, mereka menentang keras. Diantara buktinya dalam :
1.
QS. Al
Isra’ ayat 46, “dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di
telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. dan apabila kamu menyebut satu-satunya
Rabbmu saja dalam Al Quran, niscaya mereka berpaling ke belakang karena
bencinya.” Artinya mereka tidak bisa menerima konsep yang disembah hanya Allah
saja.
2.
QS. Az
Zumar ayat 45, 45, “dan apabila hanya nama Allah saja disebut, kesallah hati orang-orang
yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan
selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.” Inilah kondisi
orang-orang yang dihadapi Rasulullah.
3.
QS.
Ghafir/ Al Mu’min (40) ayat 12, “yang demikian itu adalah karena kamu kafir
apabila Allah saja disembah. dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan.
Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.”
4.
QS. Ash
Shafat (37) ayat 35-36, “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada
mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah
melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: "Apakah
Sesungguhnya Kami harus meninggalkan sembahan-sembahan Kami karena seorang
penyair gila?"
5.
QS. Shaad
(38) ayat 4-7, “Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan
(Rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah
seorang ahli sihir yang banyak berdusta". Mengapa ia menjadikan
tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal
yang sangat mengherankan. Dan Pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya
berkata): "Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu,
Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah
mendengar hal ini dalam agama yang terakhir Ini (mengesakan Allah), tidak lain
hanyalah (dusta) yang diada-adakan.”
Inilah keyakinan mereka, musyrik asli, kafir
asli. Jika kemudian ada kesamaan dalam melakukan kesyirikan tanpa melihat ini
kafir asli atau bukan, ada udzur tidak maka itu kias yang jauh, tidak tepat.
Intinya tidak bisa orang-orang musyrik sebelum
diutusnya Rasulullah itu dipukul rata mereka bodoh semua, diantara mereka
mempunyai tingkat ilmu yang berbeda-beda. Adanya kemauan dan tidak adanya
kemauan dalam mencari kebenaran tiu berbeda-beda sehingga tidak mungkin 1-2
hadits dipakai untuk memukul rata mereka musyrik bodoh semua dan tidak ada
udzur semua.
Allahu’alam..