#22_Udzur Kebodohan Dalam Syirik Akbar [5/7]


________________________________________


Beberapa dalil Hadits yang digunakan oleh yang berpendapat tdk ada udzur kebodohan :

Hadits ttg "Dimanakah bapakku?....."_Shohih Muslim
Hadits nabi memintakan ampun atas ibunya kepada Alloh_Shohih Muslim
Hadits ttg Ibnu Jud'an_Shohih Muslim

Mereka memahami ketiga hadits ini bahwa : Mereka musyrik dan meninggal sebelum rasul diutus, namun mereka tetap dineraka

Dan ulama-ulama yang memberi udzur kebodohan memberi penjelasan dari 3 hadits di atas :
Kondisi orang2 yang hidup di Mekah saat itu tidak semuanya orang bodoh. Ada hanifiyun/lurus/masih mengerti sisa2 dakwah tauhid nabi Ibrohim, Ismail,dll. Juga ada ahli kitab yang mereka mengetahui kebenaran. Dengan beberapa bukti :

Shohih Bukhari_Hadits ttg Zaid bin Amru bin Nufail, seorang hanifiun, bukan musyrikin dan ada usaha mencari kebenaran. (ada 3 hadits)

Shohih Bukhori-Muslim _ Hadits Waroqoh bin Naufal, artinya masih ada orang2 yang mendakwahkan kebenaran

QS. Luqman ayat 22 dan ayat yang semakna, artinya oarang2 musyrik tau bahwa yang harus diibadahi adalah Alloh.

QS. An Naml 67-68, musyrikin yang masuk neraka tidak hanya saja karena faktor syirik saja, tp ada yang mengingkari hari kebangkitan/ hari akhir juga.

QS. Az Zumar ayat 45, Musyrikin tidak bisa menerima konsep ke-Esaan Alloh, Rob itu harus banyak

QS. Ash Shofat 35,36 ______ QS. Shod ayat 5,6,7

Orang tua nabi termasuk generasi yang dimurtadkan oleh generasi sebelum2nya

:::::::::::::::::::::::::

Kita akan membahas dalil-dalil dari hadits yang dianggap oleh kelompok ulama yang menyatakan tidak ada udzur bil jahl sama sekali dalam perkara syirik.

Ada beberapa hadits,

1.       Hadits dalam Shahih-Muslim, dari Anas bin Malik bahwasannya ada seorang Sahabat yang bertanya kepada Rasulullah,”Wahai Rasulullah, dimana bapak saya?” (maksudnya kelak di akhirat kelak), lalu Rasulullah menjawab “Bapak kamu di neraka”. Ketika sahabat tadi berbalik badan untuk pulang, Rasulullah memanggilnya kembali dan berkata “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu ada di dalam neraka.”

2.       Hadits dalam Shahih-Muslim, bahwasannya Rasulullah meminta izin kepada Allah untuk memintakan ampun bagi ibu beliau dan Allah tidak mengizinkan. Kemudian beliau meminta izin kepada Allah untuk berziarah ke makam ibunya dan Allah mengizinkannya.

3.    Hadits dalam Shahih-Muslim tentang Ibnu Jud’an. Dari ‘Aisyah Radhiallahu’anha, dia berkata “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ibnu Jud’an, Abdullah bin Jud’an dulu adalah orang yang suka memberi makan, suka menyambung tali kekerabatan, maka apakah perbuatan baiknya itu akan bermanfaat baginya (di akhirat kelak)? Maka Rasulullah menjawab “Tidak, karena sesungguhnya belum sekalipun seumur hidupnya Ibnu Jud’an berdoa kepada Allah ‘Wahai Allah ampunilah kesalahan-kesalahanku pada Hari Pembalasan’.”

Ini tiga hadits, ada beberapa hadits lainnya, tapi intinya kepada hadits ini.  Tiga hadits ini menyebutkan orang-orang musyrik di Mekah meninggal sebelum diutusnya Rasulullah dan beliau dalam hadits-hadits itu menyatakan bahwa mereka di neraka. Dari hadits-hadits ini para ulama yang berpendapat tidak ada udzur menyimpulkan :

1.       Pokoknya pelaku syirik mesti disebut orang musyrik baik sebelum datang hujjah sekalipun. Dan karena dia disebut musyrik maka tidak ada udzur jahl baginya, entah mau tahu ilmu atau tidak jika berbuat syirik maka disebut musyrik. Itu jika belum datang hujjah, jika setelah datang hujjah maka disebut Kafir-musyrik-murtad.
2.       Orang-orang ini berbuat syirik sebelum datangnya Rasulullah, dakwah Islam, tapi mereka tetap masuk neraka. Jika sebelum datangnya Rasulullah saja berbuat syirik maka masuk neraka, tidak ada udzur bagi dia, apalagi bagi orang yang hidup setelah zaman diutusnya Rasulullah dan diturunkan wahyu Al Qur’an dan Assunnah, maka sudah jelas bahwa tidak ada lagi udzur bagi mereka.

Itu cara mereka memahami hadits-hadits tersebut. Intinya mereka menyebut orang-orang itu sebelum datangnya Rasulullah (ahlul fatroh) sebagai orang-orang bodoh, belum datang kepada mereka Rasul, kitab suci tapi tetap disebut musyrik dan di akhirat tetap masuk neraka, tidak ada udzur bagi mereka.
Bagaimana cara ulama lain yang memeberi udzur dalam memahami hadits ini? Mereka mengatakan berdasarkan dalil Al Qur’an, hadits, dan perkataan para ulama sesungguhnya orang-orang yang hidup pada zaman fatroh (sebelum diutusnya Rasulullah) itu bermacam-macam. Tidak semuanya orang bodoh, ada yang bodoh dan ada yang pintar, ada yang sudah mengetahui kebenaran tapi berpaling, ada orang yang mempunyai kesempatan belajar tapi tidak mau belajar, ada juga orang yang tahu kebenaran dana dia mempertahankannya, atau tahu bahwa masyarakatnya salah lalu dia berusaha untuk mencari kebenaran. Intinya orangnya macam-macam dan tidak bisa dipukul rata bahwa semua orang bodoh yang sehingga al-jahl bukan udzur. Tidak seperti itu kondisinya.

Buktinya :

1.       Kondisi orang-orang Arab Qurasy, dan suku-suku lainnya yang hidup di kota Mekah, dimana bapak-ibu Rasulullah, Ibnu Jud’an, dll itu hidup di situ. Di kota Mekah itu tidak semua orangnya bodoh, tidak mengetahui kebenaran. Ada pada zaman itu orang-orang yang disebut “Hanifiyun”, orang-orang yang masih lurus, masih mengerti sisa-sisa dakwah tauhidnya nabi Ibrahim, nabi Ismail, dan nabi lainnya. Orang-orang yang ketika masyarakat lainya berbuat syirik, dia tidak ikut-ikutan. Bahkan mereka dengan tegas mengajak masyarakat tempat mereka hidup untuk kembali kepada ajaran nabi Ibrahim. Artinya ada orang berdakwah mengajak kepada tauhid tapi yang masyarakat mayoritasnya tidak mau menerima atau tidak mau tahu, tidak mau belajar, tidak mau mendengarkan.
Diantara buktinya adalah kisah tentang bapaknya Sahabat Sa’id bin Zaid, namanya Zaid bin Amru bin Nufail. Kisahnya disebutkan dalam Shahih Bukhari, pada kitab Manaqibul Anshar, Imam Bukhari menyebutkan beberapa hadits kisah tentang Zaid bin Amru biin Nufail. Beliau ini adalah salah seorang Hanifiuyun yang hidup di kota Mekah dimana ketika orang lain berbuat syirik, dia tetap mengikuti ashlu tauhid, intinya, pokok dasar tauhid secara global. Meyakini bahwa yang berhak disembah hanya Allah, tidak ada yang berhak disembah selainNya dan beliau ada usaha untuk mencari kebenaran. Ada 3 hadits disebutkan Imam Bukhari dalam kitab Manaqibul Anshar bab Hadistu Zaid Ibni ‘Amri ibni Nufail.

a.       Hadits dari Abdullah bin ‘Umar, “Nabi pada zaman jahiliyah pernah bertemu dengan Zaid bin ‘Amru bin Nufail di bagian bawah Mekah/ selatan sebelum turunnya wahyu kepada Rasulullah. Lalu dihidangkan kepada Rasulullah satu wadah nampan kayu berisi daging yang dimasak, tapi Zaid bin ‘Amru bin Nufail ini tidak mau ikut makan. ‘Sesungguhnya aku tidak makan atas daging sembelihan yang kalian sembelih untuk berhala-berhala kalian dan aku tidak makan kecuali daging yang disebutkan padanya nama Allah.” Ini pengakuannya, pernah dihidangkan oleh Rasulullah makanan daging tapi dia tidak mau memakannya, karena dia fikir bahwa Rasulullah jika menyembelihnya juga menyebut nama Latta, Uzza, Manat. Dan adalah Zaid bin ‘Amru bin Nufail ini pada zaman jahiliyah dia mencela orang-orang Quraisy atas sembelihan mereka. Dia mengatakan “Kambing itu yang menciptakan Allah, dan Allah turunkan utnuk kambing ini air dari langit agar menumbuhkan rerumputan di tanah. Tapi kenapa setelah itu kalian menyembelihnya bukan atas nama Allah?” Karena Zaid bin ‘Amru bin Nufail ini mengingkari perbuatan kaum Quraisy itu dan menganggap itu dosa yang besar. Ini bukti bahwa pada masa jahiliyah itu ada orang-orang yang sudah mengingatkan orang-orang musyrik untuk tidak berbuat syirik.

b.      Hadits dari Abdullah bin ‘Umar. Zaid bin ‘Amru bin Nufail pada zaman jahiliyah pernah pergi ke Syam untuk bertanya agama dan mencari-cari agama yang benar. Di Syam bertemu dengan orang rabbi/ ulamanya Yahudi, kemudian dia bertanya kepadanya tentang agama Yahudi, “Mungkin aku akan ikut agamamu maka tolong beritahukan kepadaku seperti apa agamamu”, maka ulama yahudi itu menjawab “Kamu tidak akan ikut agama kami kecuali kamu akan ikut mendapatkan bagian dari murka Allah”. Jadi dia menemukan seorang ulamanya Yahudi yang jujur. Lalu Zaid berkata “Saya datang jauh-jauh dari mekah ini inginnya lari dari murka Allah dan aku tidak akan mampu menanggung selama-lamanya sedikitpun murka Allah. Maka bisakah engkau menunjukkan agama yang lain untuk bisa aku ikuti?” Ulamanya Yahudi itu menjawab “Setahuku tidak ada agama yang selamat dari murka Allah kecuali agama yang hanif”. Lalu Zaid bertanya “Apa agama yang hanif itu?” Ulamanya Yahudi itu menjawab “Agama yang hanif itu agamanya nabi Ibrahim, dia bukan orang Yahudi juga bukan orang Nashrani dan dia tidak menyembah kecuali Allah.” Kemudian Zaid belum puas dan cari-cari lagi sampai bertemu dengan seorang pendeta Nashrani, lalu dia bertanya “Maukah anda memberitahukan agamamu seperti apa? Barangkali saya akan ikut agamamu.” Maka pendeta itu menjawab “Kamu tidak akan mengikuti agama kami kecuali kamu akan ikut mendapatkan bagian dari laknat Allah.” Maka Zaid berkata “Aku tidak lari kecuali dari laknat Allah, saya tidak mungkin mampu menanggung laknat dan murka Allah selama-lamanya, maka bisakah kamu menunjukkan kepadaku agama yang lain?” Pendeta itu menjawab “Saya tidak tahu agama yang selamat dari laknat Allah kecuali agama yang hanif” Maka zaid bertanya “apakah agama yang hanif itu?” Lalu pendeta itu menjawab “Yaitu agamanya Ibrahim, dia bukan Yahudi dan bukan Nashrani dan dia tidak menyembah kecuali Allah semata.” Ketika Zaid mendapatkan cerita dari para pendeta Yahudi dan Nashrani tentang nabi Ibrahim maka dia keluar dari Syam dan pulang ke Madinah. Dan ketika dia sampai di tempat lapang dia mengangkat kedua tangannya ke langit dan berkata “Ya Allah aku bersaksi bahwa aku di atas agamanya nabi Ibrahim” Inilah orang yang disebut orang yang mempunyai Iman-Islam yang mujmal, meyakini yang berhak disembah adalah Allah. Semampunya dia menyembah Allah dengan cara sederhana sesuai yang dia ketahui karena rincian cara beribadahnya tidak tahu. Mau belajar Yahudi dapatnya murka Allah dan mau belajar Nashrani dapatnya laknat Allah. Dan jelas-jelas orang-orang musyrik Quraisy juga bukan orang-orang yang benar, jadi tahunya Iman mujmal saja. Ini artinya di tengah orang musyrik itu tidak semuanya bodoh, masih ada orang-orang yang tahu kebenaran dan mau belajar mencari kebenaran. Sementara mayoritas lain bodohnya itu masuk bukan bodoh yang sama sekali tidak ada yang memberi peringatan, tapi karena tidak ada keinginan untuk belajar. Ketika ada peringatan dari orang yang lurus mereka tidak peduli.

c.       Hadits dari ‘Asma binti Abu Bakar (putri tertua Sahabat Abu Bakar, “Saya melihat Zaid bin ‘Amru bin Nufail berdiri dengan menyandarkan punggungnya pada Ka’bah dan dia berkata ‘Wahai seluruh penduduk Quraisy, demi Allah tidak ada seorangpun dari kalian yang berada di atas dinnya Ibrahim kecuali aku’. Dn adalah kebiasaannya menghidupkan (menyelamatkan, mungkin dibeli) bayi-bayi perempuan yang  mau dikubur hidup-hidup dan berkata kepada yang ingin mengburkannya ‘Jangan kamu bunuh, biar aku yang menanggung hidupnya’. Maka anak perempuan tadi akan dibawa oleh Zaid dan setelah dewasa maka ia berkata pada bapaknya ‘Jika kamu mau maka akan aku serahkan anakmu ini kepadamu dan jika kamu mau aku akan mengurusnya (menanggung biaya hidupnya).’”

Ini tiga hadits yang disebutkan oleh Imam Bukhari tetntang adanya orang-orang yang hanif di Mekah. Tidak semua jahil, ada juga kisah dalam Shahih Bukhari-Muslim, bagaimana Rasulullah itu ketika pulang dari menerima wahyu di gua Hira’, maka Waraqah bin Naufal, sepupunya Khadijah. Dia menyatakan bahwa itu adalah Namus (malaikat Jibril) yang datang kepada nabi Musa, demi Allah seandainya dia masih muda-kuat maka dia kan membela Rasulullah  sekuat kemampuannya ketika kaum Rasulullah mengusir beliau dari kota Mekah. Dari situ artinya masih ada orang-orang yang mendakwahkan kebenaran, tidak semua jahil. Jikalau ada orang jahil, jahilnya karena tidak ada usaha. Ini kondisi orang Mekah. Kemudian selain orang musyrik Mekah ada ahlul kitab yang pada zaman jahiliyah, fatrah, sebelum diutusnya Rasulullah, mereka tahu agama yang benar itu adalah agamanya nabi Ibrahim, bukan Yahudi bukan Nashrani. Seperti cerita pendeta Yahudi dan pendeta Nashrani pada hadits di atas tadi, artinya dia tahu agama yang dia anut itu salah, cuma dia pertahankan karena ada keuntungan materi, para pendeta itu hidupnya mewah, disebutkan dalam QS. At Taubah.

Dan dalam QS. Al Baqarah ayat 89, Allah nyatakan bagaimana orang-orang ahlul kitab ini sebelum datangnya Islampun dia tahu agama yang dia anut itu salah dan tahu kalau sepeninggal nabi Isa nanti akan ada nabi baru yang membawa ajaran yang lurus, nabi terakhir. Allah nyatakan dalam QS. Al Baqarah, “dan ketika datang kepada mereka Yahudi dan Nashrani sebuah kitab dari Allah (Al Qur’an) yang membenarkan apa yang ada pada diri mereka (Taurat, Injil, Zabur) dan adalah mereka sebelum datangnya Muhammad, sebelum turunnya Al Qur’an itu mereka senantiasa memohon kepada Allah kemenangan atas orang-orang kafir. Namun tatkala datang kebenaran (Muhammad dan Al Qur’an) yang telah mereka kenal sebagaimana mereka kenal anak-anak mereka sendiri justru mereka mengkufurinya, maka laknat Allah atas orang-orang kafir.” Dalam asbabul nuzulnya disebutkan ayat ini berkenaan dengan orang-orang Yahudi di Madinah dimana antara Aus dan Khozraj terjadi peperangan panjang selama 100 tahun lebih. Kemudian orang-orang Yahudi di Madinah terbagi menjadi 2 kelompok, ada yang membela orang-orang Auz dan ada juga yang membela orang-orang Khozroj. Kemudian setiap kali terjadi peperangan dan jika ada kerugian di pihak Yahudi maka mereka selalu mengancam orang-orang musyrik, Yastrip, Madinah “Demi Allah nanti kalau Allah mengutus nabi yang terakhir maka kami akan beriman kepadanya dan lalu kami akan membantai kalian sebagaimana Allah membantai kaum ‘Aad dan Tsamud.” Maka orang-orang musyrik-Yastrip itu ketakutan kepada orang-orang Yahudi karena dia merasa bahwa mereka orang-orang ummi, tidak punya kitab suci dan tidak punya nabi, sementara mereka (Yahudi) mempunyai kitab suci dan nabi. Ketika datang nabi Muhammad diutus tahun 11 kenabian, orang-orang Yastrip datang ke Madinah, naik Haji. Di Mina ada Rasulullah mengajak mereka masuk Islam maka satu sama lainnya saling mengatakan bahwa demi Allah inilah nabi yang dijanjikan oleh orang-orang Yahudi, jika tidak mengimani beliau duluan maka akan keduluan oleh orang-orang Yahudi dan lalu akan dibantai habis, maka akhirnya mereka beriman. Setelah haji selesai Rasulullah mengirim Mus’ab bin Umair datang ke Madinah, baru tauh ke 12nya datang rombongan yang lebih besar dan terjadilah bai’at aqabah pertama. Dan setahun kemudian setelah itu, dengan 83 orang terjadi bai’at aqabah kedua dan disebut “bai’atul qital”. Ini menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi dan Nashrani pada zaman jahiliyah pun mereka tahu sebenarnya agama mereka tidak benar dan akan ada nabi pembaharu, tidak semuanya bodoh.

Begitu juga orang-orang musyrik Arab pada masa itu mereka pada dasarnya mengetahui sebenarnya yang berhak diibadahi itu hanya Allah, tidak semua orang tidak tahu Allah, banyak yang tahu dan mengenal Allah. Buktinya dalam QS. Luqman (31) ayat 32 dan ayat-ayat yang semakna dengan itu yang sangat banyak. “Dan jika mereka dikepung oleh gelombang yang tinggi di laut sampai sekan-akan memayungi mereka maka mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan penghambaan (yakin betul yang berhak diibadahi hanya Allah) maka ketika mereka diselamatkan oleh Allah ke daratan, sebagian mereka tetap bersikap lurus ( dan sebagian lainnya kembali syirik). Dan tidak ada mengingkari ayat-ayat kami kecuali orang-orang yang durhaka, meyombongkan diri, dan orang-orang yang sangat ingkar.” Itu artinya orang-orang musyrik pada zaman itu sebenarnya tahu bahwa yang berhak diibadahi itu hanya Allah. Kesyirikan yang mereka kerjakan itu bukan karena faktor kebodohan semata. Ada banyak ayat yang mengkisahkan seperti itu.

Begitu juga orang-orang di kalangan musyrikin Arab tidak semuanya berbuat syirik itu karena unsur kebodohan. Ada dari mereka yang faham Allah bahwa yang berhak diibadahi hanya Dia, tapi tidak percaya dengan Hari Kebangkitan, Surga-Neraka. Dan ayat yang megisahkan seperti itu banyak sekali, bahkan sampai beratnya masalah pengingkaran Hari Kebangkitan oleh orang-orang musyrik itu maka ayat-ayat Makiyah tentang iman pada Hari Akhir dalam Al Qur’an itu menempati 30% porsinya selain iman kepada Allah dan iman kepada Rasul. Ini menunjukkan tidak semua orang musyrik Quraisy Jahiliyah masuk nerakanya karena berbuat syirik saja. Dia mungkin percaya Allah dan tidak berbuat syirik, tapi dia tidak percaya dengan Hari Kiamat.

Diantara ayatnya selain dalam QS. Al Waqi’ah adalah QS. An Naml (27) ayat 67-68, “Dan berkatalah orang-orang kafir ‘Apakah jika kami dan bapak-bapak kami sudah jadi tanah apakah akan dibangkitkan/ dikeluarkan dari alam kubur? Sungguh yang seperti ini sudah diancamkan kepada kami dan kepada bapak-bapak kami sebelum ini. Tidak lain yang seperti ini adalah dongengan-dongengan orang-orang lampau/ terdahulu’.” Dan ayat yang semakna dengan ini banyak sekali yang menunjukkan orang-orang musyrik bukan karena factor syirik saja yang mreka lakukan tapi juga karena factor mengingkari Hari Kebangkitan. Ada sebagian ulama mengatakan bahwa orang-orang Quraisy itu di atas agama nabi Ibrahim, berarti dia muslim tapi ketika dia berbuat syirik maka langsung hilang nama Muslimnya itu. Jadi dianggap bahwa orang-orang musyrik Quraisy seperti bapak-ibunya Rasulullah, Abdullah bin Jud’an , dll yang dinyatakan oleh Rasulullah masuk neraka itu awalnya muslim karena berada di atas sisa-sisa agama nabi Ibrahim.

Apa benar seperti itu? Jika kita lihat ayat-ayat Al Qur’an, klaim seperti itu tidak pas karena bapak-ibu Rasulullah, Abdullah bin Jud’an itu orang-orang yang hidup ratusan tahun setelah zamannya ‘Amru bin Luhai al Khuzai. Kita tahu dia adalah pemimpin suku Khuza’ah yang melakukan pemberontakan untuk menyingkirkan kepemimpinan suku Jurhum. Dimana suku Jurhum ini adalah suku mertua dari nabi Ismail. Jika kita baca dalam “Ar Rahiqul Makhtum”, kira-kira nabi Ismail hidup sekitar 2200an tahun sebelum diutusnya Rasulullah, sementara dari zamannya nabi Ismail ke zamannya ‘Amru bin Luhai itu lebih dari 1000 tahun, kira-kira 1700an tahun lebih (silahkan dibaca dalam Ar Rahiqul Makhtum bagian awal-awal tentang agama bangsa Arab sebelum datangnya Islam). ‘Amru bin Lubai yang merubah agama nabi Ibrahim, yang pertama kali membuat “Saibah”, “Wasilah”, “Aam” (disebutkan dalam QS. Al Maidah) dia hidup kira-kira 400-500 tahun sebelum diutusnya Rasulullah. Artinya, orang Arab itu dianggap diatas agama nabi Ibrahim, nabi Ismail itu sampai zamannya ‘Amru bin Luahi bin Khuzai. Begitu dia jadi pemimpin Mekah, dia mengadakan perjalanan ke Syam dan melihat orang-orang Syam menyembah berhala maka dia mempunyai keinginan merubah agama nabi Ibrahim yang sudah lurus menjadi penyembahan berhala. Akhirnya dia menerapkan penggalian arkheologi di pantai Laut Merah, Jeddah. Di sana dia menemukan 5 patung (yang disebutkan dalam QS. Nuh) dan dia bawa ke Mekah lalu dibagikan satu-satu setiap suku.  Dia mulai dari situ, orang-orang yang sudah lurus Islam dia murtadkan. Ketika dia dan generasinya mati, maka generasi berikutnya mengikuti agama yang dia ciptakan, termasuk bapak-ibu Rasulullah, Abdullah bin Jud’an yang hidup ratusan tahun setelah meninggalnya ‘Amru bin Luhai. Maka mereka nyembahnya juga Latta, Uzza, Manat sebagaimana Allah sebutkan dalam QS. An Najm dan ayat-ayat lainnya.

Jadi tidak benar jika mereka disebut muslim yang di atas agama nabi Ibrahim atau nabi Ismail karena tidak sesuai dengan fakta sejarah dan dengan ayat-ayat Al Qur’an. Dimana dalam Al Qur’an disebutkan dengan jelas bahwa orang-orang itu sebelum datangnya Rasulullah saja mereka tidak mengakui bahwa yang berhak disembah itu hanya Allah saja. Mereka tidak bisa menerima konsep “Laa Illaha Illallah”, bagi mereka Tuhan itu harus banyak, kalau hanya satu bagaimana bisa memenuhi kebutuhan hambanya yang banyak. Sehingga ketika datang dakwah yang berhak diibadahi hanya Allah, mereka menentang keras. Diantara buktinya dalam :

1.       QS. Al Isra’ ayat 46, “dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. dan apabila kamu menyebut satu-satunya Rabbmu saja dalam Al Quran, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya.” Artinya mereka tidak bisa menerima konsep yang disembah hanya Allah saja.
2.       QS. Az Zumar ayat 45, 45, “dan apabila hanya nama Allah saja disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.” Inilah kondisi orang-orang yang dihadapi Rasulullah.
3.       QS. Ghafir/ Al Mu’min (40) ayat 12, yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.”
4.       QS. Ash Shafat (37) ayat 35-36, “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: "Apakah Sesungguhnya Kami harus meninggalkan sembahan-sembahan Kami karena seorang penyair gila?"
5.       QS. Shaad (38) ayat 4-7, “Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (Rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta". Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. Dan Pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): "Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir Ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan.”

Inilah keyakinan mereka, musyrik asli, kafir asli. Jika kemudian ada kesamaan dalam melakukan kesyirikan tanpa melihat ini kafir asli atau bukan, ada udzur tidak maka itu kias yang jauh, tidak tepat.

Intinya tidak bisa orang-orang musyrik sebelum diutusnya Rasulullah itu dipukul rata mereka bodoh semua, diantara mereka mempunyai tingkat ilmu yang berbeda-beda. Adanya kemauan dan tidak adanya kemauan dalam mencari kebenaran tiu berbeda-beda sehingga tidak mungkin 1-2 hadits dipakai untuk memukul rata mereka musyrik bodoh semua dan tidak ada udzur semua.

Allahu’alam..





About

Here you can share some biographical information next to your profile photo. Let your readers know your interests and accomplishments.