______________________________________
Islam agama yang toleran, mudah..
“Jauhilah oleh kalian sikap berlebih-lebihan dalam agama, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena sikap berlebih-lebihan dalam agama.”
(HR. Ahmad, An-Nasai dan lain-lain)
“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 185)
Alloh Maha Penyayang dan Maha Lembut, memberikan kemudahan untuk hambanya.
Alloh memberikan beban kepada hambanya sesuai kesanggupan manusia normal.
Dan bagaimana dakwah itu pertama menyentuh hati orang sebelum menyentuh akalnya.
Dan sentuhan itu adalah bukan dengan dalil, tapi dengan pergaulan, akhlak
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Pembahasan
Semua hal itu, wahai
saudara-saudaraku, adalah bukti kebenaran sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
«هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ» قَالَهَا
ثَلَاثًا
“Binasalah
orang-orang yang melampaui batas.” Beliau bersabda demikian sebanyak tiga kali.
(HR. Muslim, Ahmad dan Abu Daud)
Pengarang An-Nihayah fi Gharibil
Hadits berkata, “Mereka adalah orang-orang yang suka berlebih-lebihan dalam
berbicara, orang-orang yang berbicara dengan ujung kerongkongan mereka. Kata
ini diambil dari kata dasar an-nath’ yang merupakan celah (lubang) bagian atas
mulut, kemudian istilah ini dipergunakan untuk menyebut setiap hal yang
berlebih-lebihan, baik berupa ucapan maupun perbuatan.”
Para ulama menyatakan bahwa sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan sebuah berita ataupun sebuah doa. Jika
ia berupa doa, maka doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti akan
dikabulkan Allah. Adapun jika ia berupa berita, maka berita Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pasti benar, tidak dusta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah memberitahukan bahwa mereka akan binasa, maka pasti hal itu akan terjadi.
Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari hal itu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ الدِّينَ
يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا
غَلَبَهُ
“Sesungguhnya
agama ini mudah dan tidak ada seorang pun yang memberat-beratkan diri dalam
agama, melainkan agama akan mengalahkannya.” (HR. Bukhari dan An-Nasai)
Maksudnya, agama pasti mengalahkannya,
sehingga manusia menjadi kalah, tidak sanggup mengemban dan melaksanakan agama
ini. Kenapa? Karena ia memberat-beratkan diri dalam agama, maksudnya ia
mengambil dan menerima agama ini dengan keras, ia berusaha untuk mengalahkan
agama agar ia bisa kuat (keras) dalam agama dan bersama agama, padahal Islam
adalah agama yang mudah, gampang dan toleran.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ،
فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ
“Jauhilah
oleh kalian sikap berlebih-lebihan dalam agama, karena sesungguhnya orang-orang
sebelum kalian binasa karena sikap berlebih-lebihan dalam agama.”(HR.
Ahmad, An-Nasai dan lain-lain)
Lihatlah, bagaimana Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memberitahukan bahwa sebab kehancuran umat-umat terdahulu
adalah mereka berlebih-lebihan dalam agama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
بُعِثْتُ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ
“Aku
diutus dengan agama yang lurus dan toleran.”(HR. Ahmad dan Ath-Thabarani)
Islam adalah agama yang toleran, mudah
dan gampang. Dalam agama Islam tidak ada kesulitan yang di luar kesanggupan
manusia normal, yang menyebabkan seorang muslim berada dalam kesempitan dan
kesukaran, kelelahan.
Hal itu sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا
جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ
الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ
وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا
بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
Dan berjihadlah kalian
pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih
kalian (menjadi orang-orang berima yang memiliha kalian menjadi seorang muslim
dilahirkan dari bapak-ibu yang muslim, dari lingkungan yang mayoritasnya
muslim, itu sebuah karunia dari Allah. Jika Allah lahirkan kita di Manado
misalkan, lain ceritanya. Bapak-ibu kristen, lingkungannya kristen bisa-bisa
kita seusia sampai dewasa sekarang masih jadi orang kristen) dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan
(baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlak, perundang-undangan, pribadi,
keluarga, dll). (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia
(Allah) telah menamai kalian sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan
(begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas diri
kalian dan supaya kalian semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan berpegang teguhlah kalian pada tali Allah. [ dalam Al Qur’an itu ada 2, wa’tasimu billah dan
wa’tasimu bi khablillah. Masing-masing ada pengertiannya sendiri.Jika kita baca
dalam Madarijus Shalihin, dari sekian puluh madrat/ anak tangga menuju ridha
Allah/ penghambaan kepada Allah bahwa salah satu tangganyanamanya manzilatul
i’tisham, bisa dibaca sendiri ]Dia adalah Pelindung kalian, maka Dialah
sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (QS. Al-Hajj [22]: 78)
Dan firman-Nya:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah
menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)
Kalau ada kesulitan/ kesempitan berarti
kitanya yang mesti keliru, menyalahi, bukan agamanya. Karena se-masyaqqoh
apapun dalam Islam ini, termasuk jihad, amar ma’ruf nahi munkar, dll itu masih
dalam tahap/taraf kemampuan manusia untuk memikulnya. Allah buat banyak
keringanan-keringanan termasuk dalam masalah jihad. Ada dalam QS. Al Anfal
disebutkan bahwa masa kuat disebutkan 1:10, tapi kalau masa lemah 1:2. Ada ayat
lagi yang lebih awal lagi tentang boleh mundur untuk nyusun kekuatan untuk
bergabung untuk induk pasukan. Ada lagi tentang bolehnya mengadakan genjatan
senjata/ perjanjian damai kalau maslahat menuntut begitu.
Dan masih banyak keringanan-keringanan
dalam agama ini. Dan jika jihad ini dirasa diluar kemampuan kita maka pasti
yang salah bukan jihadnya, tapi kita yang salah memahami syariat jihad.
Termasuk juga amar ma’ruf nahi munkar, ada amar ma’ruf yang harus dikerjakan,
ada yang harus ditinggalkan, ada yang disunnahkan, dan ada yang menjadi
perbedaan pendapat boleh ataukah tidak boleh yang sudah dibahas oleh para ulama
dalam maslah fiqih. Maka kesempitan dalam masalah agama ini sebetulnya tidak
ada sama sekali.
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah
menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)
Ada pengulanagn dalam hadits diatas,
artinya tekanan yang menguatkan kalimat sebelumnya, disebutkan oleh para ulama,
mungkin mirip dengan hadits “yassira wa laa tu assiru..”_Berilah kemudahan, mengapa
setelah lafal “berilah kemudahan” ada lagi “wa laa tu assiru, dan jangan
mempersulit”. Karena jika perintahnya “yassiru saja”, disebutkan oleh Imam
Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim bahwa jika perintahnya sekali saja maka orang
nati akan memberi kemudahan sekali-dua kali, setelah itu mempersulit. Tapi
setelah “yassiru” ditambah lagi perintahnya “wa laa tuassiru, janga dipersulit”
maka orang tidak akan ada peluang untuk mempersulit. Seperti juga “bashira wa
laa tu naffiru”, berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari. Jika
perintahnya “berilah kabar gembira” saja, satu-dua-tiga empat kali pertemuan
membuat orang tertawa, habis itu buat orang bubar, maka digandengkan. Sama
seperti “yuridullahu bi kumuyusra” habis itu masih ditekankan lagi ada kalimat “wa
laa yuridullahu bi kumuyyusra”.
Dan
firman-Nya:
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَأَعْنَتَكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan jika Allah menghendaki,
niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepada kalian. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS. Al-Baqarah [2]: 220)
Dua
sifat yang kalau kita baca dari kalau tidak salahh muqadimah atau bagian akhir
tafsirnya Syaikh Assa’di . Ada kaidah-kaidah yang memudahkan kita untuk memahami Al Qur’an. Salah
satunya kaidah dalam memahami nama-nama dan sifat Allah dalam Al Qur’an. Bagaimaana
Allah itu memilih nama dan sifat digandeng-gandengkan, untuk kondisi begini
maka nama dan sifat yang dipakai seperti ini. Seperti dalam ayat ini “Al ‘Aziz_Maha
Kuat/ Maha Memiliki Izzah? Kekuatan Sepenuhnya” tapi juga digandengkan denngan “Al
Hakim_Hikmah/ menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang layak”. Jadi jika
digabungkan bagaimana Allah itu dengan kekuasaannya tidak sewenang-wenang, tapi
Allah tempatkan segala sesuatunya pada posisinya yang sesuai.
Maksudnya niscaya Allah akan
mencampakkan kalian dalam al-‘anat, yaitu kesempitan, kesulitan dan
beban berat yang mengalahkan kemampuan kalian. Namun Allah tidak melakukan hal
itu kepada kalian. Allah Maha Penyayang lagi Maha Lembut, memberikan kemudahan
kepada kalian, Allah tidak membebani kalian kecuali amal-amal kalian sanggupi
dalam kondisi normal manusia. Maka segala puji hanya milik Allah Rabb seluruh
alam.
Dalam hadits dikisahkan ada seorang
pengemis perempuan dengan membawa 2 orang anaknya datang kepada ‘Aisyah untuk
minta sedekah. Dan ‘Aisyah adanya Cuma beberapa biji kurma dan dikasihkan.
Bagaimana anak-anaknya itu sudah dikasih dan ibunya pegang satu, masih dia bagi
untuk kedua anaknya. Menggambarkan lembut kasih-sayangnya seperti itu seorang
ibu. Dan kasih sayang serta kelembutan Allah kepada hamba-Nya itu lebih dari
kasih sayang serta kelembutan ibu kepada anak-anaknya itu. Dan saking lembutnya
itu, Allah memberi kesempatan sekian panjangnya kepada hambanya itu untuk
bertaubat sampai pintu taubat itu dibuka membentang dari timur sampai ke barat,
dan baru ditutup sampai matahari terbit dari barat.
Untuk makna Rabb yang paling menonjol
adalah tarbiyah, menjadikan sesuatu secara bertahap dari kondisi ke kondisi
lain sampai taraf sempurna, diawasi, dirawat. Sebagaimana dijelaskan bagaimana
orang tua itu mendidik anaknya itu dari dalam kandungan, sampai dia besar,
sampai nikah, bahkan sampai habis nikahpun masih tetap diurus. Seperti itu juga
Allah, namun Allah lebih mulia dan sempurna pendidikan-Nya dalam mengurus
seluruh makhluk-Nya. “Dialah Allah yang telah menciptakan kemudian menyempurnakan
ciptaan-Nya, kemudian Allah tetapkan kebutuhan seluruh makhluk-Nya dan Allah
beri hidayah kepada mereka semua untuk mencapai semua yang mereka butuhkan
dalam hidup.
Dan firman-Nya:
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ
فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ
“Dan
ketahuilah oleh kalian bahwa di kalangan kalian ada Rasulullah. Kalau ia
menuruti (kemauan) kalian dalam beberapa urusan niscaya kalian benar-benar akan
mendapat kesusahan.”(QS. Al-Hujurat [49]: 7) maksudnya niscaya kalian terjatuh
dalam al-‘anat, yaitu kesempitan dan kesusahan yang sangat berat. Allah
kemudian berfirman:
وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ
فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ
هُمُ الرَّاشِدُونَ
“Akan tetapi Allah menjadikan
kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hati kalian
serta menjadikan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.
Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.”(QS. Al-Hujurat [49]: 7)
Sebenarnya kita beriman ini nikmat berkali-kali
dari Allah, bahkan jika orang berbuat
dosapun disebutkan oleh para ulama bahwa seorang hamba itu dikelilingi oleh 2
nikmat dari Allah meski ketika dia berbuat dosa sekalipun. Yaitu nikmat
ditunjukkan jalan untuk bertaubat dan nikamt untuk diterima taubatnya. Masya
Allah..
“Allah jadikan kalian cinta kepada
keimanan”, jadi sebenarnya hati kita, cinta kita kepada keimanan itu mungkin
kecil, namun Allah-lah yang menjadikan hati kita dari hari ke hari cinta kepada
keimanan bisa membesar. Allah hiasi, nampakkan indah keimanan itu dalam hati
kalian. Ini juga nikmat tersendiri, sebenarnya yang hhebat itu bukan amal kita,
bukan taklim kita, tapi Allah-lah yang memberikan hidayah kepada kita.
Allah-lah yang enjadikan iman itu terasa manis dan indah dalam hati kita.
Maka ada seorangg ulama ikhwanul
muslimin di Mesir itu, Syaikh Abbas as Sisi, mengarang buku dalam bahasa arab
judulnya “Aththariq ilal Qulub”_Jalan Menuju Hati, bagaimana cara kita berdakwah
itu bisa mendekati, menyentuh hati orang sebelum menyentuh akal sehat orang.
Bagaimana masuk ke hati duluan, karena hati itu adalah pusat, markas,
komandonya badan. Kalau hati sudah bisa menerima, tidak logispun akan diterima.
Seperti Gusdur itu, pengikutnya sudah senang duluan, Gus Dur mau ngomong apapun
akan diterima. Kita kritik apapun mmaka kritikan kita itu masuknnya ke otak,
pikiran, logis-tidak logis, jika hati tidak bisa terima maka akan berat. Maka
bagaimana dakwah itu yang pertama kita sentuh hatinya, dan sentuhannya itu bukan
dengan dalil biasanya, tapi dengan hal-hal yang berkesaan seperti pergaulan,
akhhlak, dll maka itu akan membekas. Lain dengan logika, pikiran, ini
matematika yang berbicara. Disebutkan oleh beliau kisah-kisah bahwa apa yang
kita usahakan ini adalah bagaimana mengenalkan iman ke dalam hati mereka. Kalau
manusia itu sudah merasakan sedikit saja manisnya iman maka dia tidak akan
berat menjalankan agama ini, bahkan dia akan sanggup mengorbankan apapun untuk
agama ini. Makin tinggi manisnya iman dalam hati dia maka akan makin kuat juga
pengorbanannya terhadap Islam. Orang rela meninggalkan keluarganya, bisnisnya,
curahkan hartanya, nyawanya untuk islam itu ketika dia merasakan dalam hatinya
bahwa apa yang dia kerjakan itu manis. Sampai ada nashidnya pada zaman ‘48nan,
zaman-zaman Syaikh Hasan alBanna atau periode setelahnya itu menghasung umat Islam
di Mesir untuk membantu Palestina. Nashidnya “min ajlika yaa Fajr al Islam”_untukmu
wahai terbitnya kemenangan Islam, “kamtahlu fii darbil alam”_ betapa manisnya di
jalan perjuangan ini segala bentuk derita/ kesusahan.
“serta Allah
menjadikan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan dan
kedurhakaan.”
Masya Allah, jadi bukan kita yang sebenarnya membenci, tapi Allah yang
karuniakan nikmat kepada kita kebencian kepada kekufuran, kefasikan, dan
kemaksiatan.
QS.
Al Hujurat ini surat yang banyak mengingatkan umat Islam akan nikmat Allah. Kalian
masuk Islam itu bukan sesuatu yang perlu kalian banggakan, kalian ungkit-ungkit.
Islam ini karunia Allah kepada kalian, maka pujilah Allah dan jangan kalian
banggakan keislaman kalian, hijrah kalian, i’dad kalian, jihad kalian, amar ma’ruf
nahi munkar kalian
Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits
nabawi tentang hal ini sangat banyak dan telah dikenal luas. Segala puji bagi
Allah.
Maksudnya adalah memberi peringatan
kondisi orang-orang tersebut dengan menyebutkan contoh-contoh yang semisal
dengan mereka dan memberitahukan kepada saudara-saudara kita, orang-orang yang
baik tentang kondisi kelompok tersebut yang buruk dan kejelekan akhir kondisi
mereka, juga berbagai kontradiksi yang dalam banyak kondisi bisa menyebabkan
mereka terjatuh dalam kekafiran secara terang-terangan, melesat keluar secara
terang-terangan dari (ketaatan) dalam agama kepada kefasikan dan kemaksiatan
secara terang-terangan.
Sudah berkali-kali dijelaskan di depan
bahwa orang-orang ini terkadang sangat mudah bicara masalah urusan nyawa,
harta, dan kehormatan orang lain. Jangankan sekarang, zaman generasi sahabat
saja mereka bisa membunuh sahabat. Abdullah bin Khabab, dia dengan istrinya
yang baru hamil jalan melewati daeerah mereka, Haururo Ahwan, Irak. Bertemu
dengan mereka, di cegat, ditanya dulu aqidahnya, bagaimana sikapnya terhadap ‘Utsman,
bagaimana pendapatnya tentang ‘Aisyah, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awam,
Muawiyyah, ‘Ali bin Abi Thalib. Dan mereka menjaawab –intinya-mereka itu para
saahabat yang mmulia, Allah sudah meridhai mereka dan merekapun ridha pada
Allah dan jawaban lainnya. Jawaban itu tidak memuaskan mereka dan akhirnya
mereka dikafirkan, disesatkan dan dibunuh. Tapi giliran dengan orang-orang
ahlul kitab, orang Yahudi dan Nasrani punya babi mereka langsung bunuhi, tapi
habis itu menyesal karena mereka pikir itu milik orang lain akhirnya malah
mambayar ganti rugi.
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Teks Arab :
Teks Arab :
فصــــلٌ
وكل
ذلك -أيها الإخوة- مصداقٌ لحديث النبي صلى الله عليه وسلم: "هلك المتنطعون" قالها ثلاثا صلى الله
عليه وآله وسلم. (رواه مسلم وأحمد وأبي داود).
قال في النهاية في غريب
الحديث: "هم المتعمقون المغالون في الكلام المتكلمون بأقصى حلوقهم، مأخوذ من النطع
وهو الغار الأعلى من الفم، ثم استعمل في كل تعمق قولا وفعلا"اهـ
قال العلماء: وهذا إما
أن يكون دعاء أو خبراً، فإن كان دعاء فدعاؤه صلى الله عليه وسلم مستجاب، وإن كان خبراً
فخبره صدق وحق لا يتخلف، فقد أخبر أنهم هالكون لامحالة.! والعياذ بالله.
وقال صلى الله عليه وسلم:
"إن هذا الدينَ يسرٌ ولن يشادّ الدينَ أحدٌ إلا
غلبه"(رواه البخاري والنسائي)، أي إلا غلبه الدينُ، فيصير الإنسان
مغلوبا، لا يقدر على حمل هذا الدين والقيام به، لماذا؟ لأنه شادّ الدين أي أخذه وتناوله
وتعاطاه بالشدة وحاول أن يغلبَ الدينَ ويكون شديدا فيه ومعه، مع أنه دينٌ يسرٌ سهلٌ
سمحٌ.
وقال
صلى الله عليه وسلم: "إياكم والغلو في الدين فإنما
هلك من كان قبلكم بالغلو في الدين" (رواه أحمد والنسائي وغيرهما).
فانظر كيف أخبر النبي صلى الله عليه وسلم أن سبب هلاك من قبلنا من الأمم غلوهم في دينهم.
وقال
صلى الله عليه وسلم: "بعثتُ بالحنيفية السمحة"(رواه
أحمد والطبراني)، فهو دينٌ سمحٌ سهل يسير، ليس فيه مشقة خارجة عن المعتادِ بحيث توقع
المسلم في حرج وضيق وتعنّتٍ.. كما قال الله عز وجل وتبارك وتعالى:
﴿وَجَاهِدُوا
فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ
مِنْ حَرَجٍ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمينَ مِن
قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيداً عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاء
عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ
هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ﴾ الحج78
وقال: ﴿يريد الله بكم اليسرَ ولا يريد بكم العسر﴾.
وقال عز وجل: ﴿ولو شاءَ الله لأعنتكم إن الله عزيزٌ حكيم﴾ أي لأوقعكم
في العنت وهو الضيق والشدة والمشقة العظيمة القاهرة، أي ولكنه لم يفعل بل كان بكم رحيما
لطيفا يسّر عليكم ولم يكلفكم إلا ما تطيقون من الأعمال في معتاد أحوال البشر، والحمد
لله رب العالمين.
وقال تعالى: ﴿وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ
فِي كَثِيرٍ مِّنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ﴾ أي لوقعتم في العنت وهو الضيق
والشدة الشديدة ﴿وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ
الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ
وَالْعِصْيَانَ أُوْلَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ﴾ الحجرات7
والآيات والأحاديث في
هذا المعنى كثيرة معروفة والحمد لله.
والمقصود التحذير من حال
هؤلاء بضرب الأمثال، وتعريف إخواننا الطيبين سوءَ أحوالهم ووخامة مآلهم، وما يحتوون
عليه من تناقضات تؤدي بهم إلى الكفر الصريح في كثير من الأحيان، وإلى المروق الصريح
من الدين بالفسوق والعصيان الواضح.