#11_Jangan Jadikan Ajaran Islam Menjadi Rumit!


_______________________________________

Solusi ke-2 :

Tidak membuat islam menjadi agama yang rumit. Karena berdasarkan banyak hadits nabi, semisal ttg iman. Bahwa intinya ajaran islam itu sederhana, mudah, bijaksana, tidak memberatkan umat.

Begitulah selalunya keadaan para pengikut bid’ah dan kesesatan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Akan tetapi keadaan para ahli bid’ah, mereka membuat pendapat-pendapat sendiri, lalu mereka menjadikannya sebagai perkara yang wajib dalam agama. Bahkan, mereka menjadikannya sebagai keimanan yang harus diimani. Sehingga mereka mengkafirkan orang yang menyelisihi mereka dalam perkara tersebut dan mereka menghalalkan darahnya, seperti sikap kelompok Khawarij, Jahmiyah, Rafidhah, Mu’tazilah dan lain-lain. Adapun ahlus sunnah tidak mengada-adakan pendapat sendiri dan mereka tidak mengkafirkan orang (ulama) yang berijtihad lalu keliru, meskipun orang yang keliru tersebut menyelisihi ahlus sunnah dan menghalalkan darah (nyawa) ahlus sunnah.”

::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Kedua,

Renungkanlah secara mendalam, lihatlah dan perhatikanlah hadits-hadits tentang keimanan, lihatlah bagaimana seseorang datang kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya kepada beliau,”Apakah iman itu?”

Maka beliau menjawab, misalnya,

«أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكِتَابِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ»

Iman adalah engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan engkau beriman kepada taqdir yang baik maupun takdir yang buruk.”[1]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seseorang, “Masuk Islamlah engkau, niscaya engkau akan selamat!”

قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا الْإِسْلَامُ؟ قَالَ: " أَنْ يُسْلِمَ قَلْبُكَ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَأَنْ يَسْلَمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِكَ وَيَدِكَ "، قَالَ: فَأَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: " الْإِيمَانُ "، قَالَ: وَمَا الْإِيمَانُ؟ قَالَ: " تُؤْمِنُ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ، وَالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ "، قَالَ: فَأَيُّ الْإِيمَانِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: " الْهِجْرَةُ "، قَالَ: فَمَا الْهِجْرَةُ؟ قَالَ: " تَهْجُرُ السُّوءَ "، قَالَ: فَأَيُّ الْهِجْرَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: " الْجِهَادُ "، قَالَ: وَمَا الْجِهَادُ؟ قَالَ: " أَنْ تُقَاتِلَ الْكُفَّارَ إِذَا لَقِيتَهُمْ "، قَالَ: فَأَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: " مَنْ عُقِرَ جَوَادُهُ وَأُهْرِيقَ دَمُهُ "، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " ثُمَّ عَمَلَانِ هُمَا أَفْضَلُ الْأَعْمَالِ إِلَّا مَنْ عَمِلَ بِمِثْلِهِمَا: حَجَّةٌ مَبْرُورَةٌ أَوْ عُمْرَةٌ "

Maka laki-laki itu bertanya, “Apakah Islam itu?” Beliau menjawab, “Engkau menyerahkan dirimu kepada Allah dan hendaklah kaum muslimin selamat dari gangguan lisan dan tanganmu.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Islam apakah yang paling utama?” Maka beliau menjawab, “Iman.”Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah iman itu?” Maka beliau menjawab, “Iman adalah engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, rasul-rasul-Nya dan kebangkitan setelah kematian.”
Dalam hadits ini tidak disebutkan tentang iman pada takdir, bukan berarti iman pada takdir itu bukan bagian dari rukun iman. Nanti ada hadits-hadits lainnya menyebutkan iman pada takdir juga bagian dari Rukun Iman.

Laki-laki itu bertanya lagi, “Iman apakah yang paling utama?” Maka beliau menjawab, “Hijrah.”Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah hijrah itu?” Maka beliau menjawab, “Engkau menjauhi keburukan.”

Ada hadits, Muhajir (orang yang berhijrah) itu adalah orang yang meninggalkan hal-hal yang Allah larang. (Itu) salah satu makna hijrah

Laki-laki itu bertanya lagi, “Hijrah apakah yang paling utama?” Maka beliau menjawab, “Jihad.”
Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah jihad itu?” Maka beliau menjawab, “Engkau memerangi orang-orang kafir jika engkau bertemu mereka (maksdunya tentu dalam medan jihad, bukan disembarang tempat, ke warung, yang jual bakso kristen kemudian main gorok, tidak begitu, namanya jihad ada tempatnya), dan jangan mengambil secara curang harta rampasan perang sebelum dibagikan (ada hadits-hadits menyatakan ada budak nabi shalallahu’alaihi wassalam itu masuk neraka gara-gara shal yang ia curi dalam perang Khaibar sebelum harta rampasan perang dibagikan) dan jangan kamu pengecut.” Beliau kemudian bersabda, “Ada dua amalan yang merupakan sebaik-baik amalan, kecuali orang yang melakukan amalan seperti kedua amalan tersebut.” Beliau menyabdakan hal tersebut sebanyak tiga kali. Beliau bersabda, “Kedua amalan tersebut adalah haji yang mabrur atau umrah.”[2]

Dalam hadits yang lain,

مَا الْإِسْلَامُ؟ قَالَ: " طِيبُ الْكَلَامِ، وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ ". قُلْتُ: مَا الْإِيمَانُ؟ قَالَ: " الصَّبْرُ وَالسَّمَاحَةُ ". قَالَ: قُلْتُ: أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: " مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ ". قَالَ: قُلْتُ: أَيُّ الْإِيمَانِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: " خُلُقٌ حَسَنٌ ". قَالَ: قُلْتُ: أَيُّ الصَّلَاةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: " طُولُ الْقُنُوتِ ". قَالَ: قُلْتُ: أَيُّ الْهِجْرَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: " أَنْ تَهْجُرَ مَا كَرِهَ رَبُّكَ عَزَّ وَجَلَّ ". قَالَ: قُلْتُ: فَأَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: " مَنْ عُقِرَ جَوَادُهُ وَأُهْرِيقَ دَمُهُ ". قَالَ: قُلْتُ: أَيُّ السَّاعَاتِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: " جَوْفُ اللَّيْلِ الْآخِرُ،

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Apakah Islam itu?” Beliau menjawab, “Memberi makanan (kepada orang yang kelaparan) dan mengucapkan perkataan yang baik.”

Dalam hadits sebelumnya islam itu engkau serahkan jiwamu, hatimu kepada Allah sepenuhnya dan kaum muslimin selamat dari gangguan lidah dan tanganmu. Dalam hadits berikutnya dsebutkan Islam itu memberi makan kepada orang yang kelaparan dan mengucapkan ucapan yang baik. Hanya tidak memberi makan itu termasuk salah satu tanda mendustakan hari kiamat, sampai ada suratnya (QS. Al Ma’un) “Taukah engkau orang yang mendustakan hari kiamat/ hari pembalasan, yaitu orang yang menghardik/ kasar kepada anak yatim dan tidak menganjurkan untuk memberi makan kepada orang miskin. Tidak menganjurkan saja dianggap cacat imannya kepada hari akhir, apalagi punya kesempatan tapi tidak memberi.

Kemudian ia bertanya lagi, “Apakah iman itu?” Beliau menjawab, “Lapang dada dan kesabaran (suka memaafkan, tidak mudah tersinggung, tidak mudah marah, bisa memahami orang lain, orang jawa bilang “jembar dadane”, tidak sempit).” Beliau ditanya lagi, “Siapakah umat Islam yang paling baik keislamannya?” Beliau menjawab, “Orang Islam yang kaum muslimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” Beliau ditanya lagi, “Siapakah orang mukmin yang paling baik imannya?” Beliau menjawab, “Orang mukmin yang paling baik akhlaknya.”

Makanya ya, Rasululloh sebagai orang mukmin yang paling utama, paling mulia maka akhlak itu juga paling mulia dibandingkan siapapun, bahkan diutus juga untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Kalau orang sudah punya akhlak mulia dengan datangnya Islam itu digosok lagi biar lebih mulia lagi, lebih bermutu lagi akhlaknya.

Beliau ditanya lagi, “Hijrah apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang menjauhi hal-hal yang Allah haramkan kepadanya.” Beliau ditanya lagi, “Shalat apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Shalat yang lama berdirinya.”

Makanya ada perbedaan di kalangan ulama fiqih mana yang lebih utama dalam shalat sunnah itu, berdiri baca surat atau sujud perbanyak doa. Mana yang lebih utama? Berdiri dalam shalat atau memperlama sujud? Pendapat yang lebih kuat menyatakan yang paling utama adalah shalat yang lama membaca suratnya, seperti dalam hadits ini, yang utama itu yang berdirinya lebih lama dibandingkan sujudnya.

Beliau ditanya lagi, “Sedekah apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Sedekah orang miskin yang bekerja dengan susah payah.” Jadi kuli kerjanya 1 hari cuma 15.000, padahal beli beras 1 kilo sudah segitu, anaknya 4-5, akhirnya paling sisa beli beras dan lauk itu Rp.1000, diinfaqkan seminggu sekali. Itu bisa jadi infaq yang paling utama, dibandingkan orang kaya yang 1 hari bisa dapat 1-2 juta tapi infaqnya sebulan tidak lebih dari 500.000.

Beliau ditanya lagi, “Jihad apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Engkau berjihad dengan harta dan nyawamu, maka kudamu terbunuh dan darahmu ditumpahkan.”

Berangkat pakai biaya sendiri, pulang tinggal nama. Kalau jauh ya tiket bayar sendiri, passpotnya bayar sendiri, visanya bayar sendiri, sampai di sana beli senjata pakai duit sendiri kayak orang-orang Arab.

Maksudnya kamu berjihad dengan hartamu dan dengan nyawamu di medan jihad sana.  Kendaraan perangmu hancur, kalau naik kuda maka kudamu mati, untamu mati kena senjata lawan dan kamu juga kehilangan nyawa, darahmu tertumpahkan. Nah itu jihad yang paling utama. Jihad itu juga bertingkat-tingkat, ya yang paling utama yang ringking satunya ya yang ini.

Beliau ditanya lagi, “ Wahai Rasulullah, waktu apakah yang paling utama (untuk berdoa)?” Beliau menjawab, “Pertengahan malam yang terakhir.”[3] Maksudnya adalah setengah malam sampai waktu subuh/ waktu fajar.

Beliau sebutkan disini tiga contoh hadits-hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam tentang iman dan islam. Ada kalau mau baca di dalam kitab-kitab hadits atau pada Kitabul Iman, Majmu Fatawa Juz 7 ada pembahasan tentang hadits-hadits seperti itu.. Banyak sekali hadits yang semakna dengan itu.
Semua hadits di atas adalah hadits yang shahih. Dan hadits-hadits yang semisal dengannya sangat banyak dan sudah terkenal. Kalau baca kitab-kitab hadits, umpamanya Shahih Bukhari atau Shahih Muslim pada bagian-bagian awal mesti ada kitabul iman hadits-hadits seperti ini akan banyak sekali di situ atau baca kitab Jami’ul Ushul fii al Haditsi Rasul-Imam Ibnu Hajar al Jazairy, sebuah kitab hadits yang menghimpun tentang kitab Shohih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasa’i, Sunan  Tirmidzi. Disitu ada kitabul iman, kitabul islam pada juz pertama banyak sekali hadits-hadits yang semakna dengan itu.

Lihatlah agama ini, betapa mudah, sempurna dan bijaksananya ia; betapa jauhnya ia dari keragu-raguan orang-orang yang membuat keragu-raguan, teori-teori rumit dan sofistik orang-orang yang berteori rumit. Sungguh agama ini adalah agama (yang tepat) untuk orang-orang ummi (buta huruf). Allah Ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka.” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 2)

وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ

“Dan Rasul Nya, Nabi yang buta huruf yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya).” (QS. Al-A’raf [7]: 158)

Dalam dua ayat ini Nabi sendiri disebut Nabi yang ummi, dan umatnya juga disebut umat yang ummi dan agama yang beliau sampaikan itu mudah, ribuan orang arab yg tidak bisa baca tulis itu bisa memahami agama ini dengan sangat mudah karena beliau menyampaikannya dengan cara-cara yang mudah, tidak banyak terori, tidak hafalan ini-itu, sederhana.

Bahkan ada banyak kisah bagaimana orang itu, ada seorang budak perempuan mau dimerdekakan, maka sebelum dimerdekakan ini ditanya oleh Nabi, ‘Dimana Allah?’ Maka budak perempuan ini menunjuk ke langit. Maka Nabi bersabda “Bebaskanlah dia  karena dia seorang wanita mukminah”. Tidak sulit-sulit, tidak dites gimana pendapat kamu dalam masalah tauhid asma’ wa sifat? Tidak, sangat sederhana. Orang ini orang awam tahunya Allah pasti di atas, ya udah diterima dianggap mukminin. Mana dalilnya? Tidak ada dalil, dalilnya gimana.. yang penting yakinya itu bagi orang awam, tidak harus tahu dalil. Yang penting dia yakin dan dia amalkan, kalau dia yakin Allah Maha Mendengar maka dia berdoa kepada Allah dan tidak ngomong yang buruk-buruk karena khawatir nanti didengar Allah. Nah itulah fungsinya iman, yakin dan melahirkan amalan.

Dalam hadits disebutkan

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ، وَلَا نَحْسُبُ، الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا
 “Kami adalah umat yang buta huruf, tidak bisa menulis dan tidak bisa menghitung, bulan itu segini (10 hari), segini (10 hari) dan segini (10 hari).”[4] Maksudnya, maksimal 30 hari.

Nah itulah cara beliau memahamkan para sahabat, tidak memberatkan.

Bandingkanlah hal itu (penjelasan Nabi tentang Iman, Islam, Aqidah, Tauhid) dengan apa yang kalian lihat dari sikap berlebih-lebihannya orang-orang yang terkena fitnah tersebut. Mereka berlebih-lebihan, ketatnya dan menjadikan seluruh ajaran agama Islam ini seakan undang-undang positif, yang mereka tentukan batasan-batasannya dan mereka gariskan garis-garisnya. Barangsiapa keluar dari batasan-batasan dan garis-garis yang telah mereka tentukan, maka mereka yakini bahwa ia telah keluar dari agama. Semoga Allah menrangi mereka, bagaimana mereka sampai dilalaikan seperti itu?

Orang-orang yang terkena fitnah itu membuat-buat kaedah dari diri mereka sendiri dan meletakkan batasan-batasan bagi agama Allah, mereka menyusunnya dengan ungkapan-ungkapan baru yang diada-adakan, lalu mereka “mengadili” masyarakat dengan kaedah-kaedah yang mereka bikin tadi. Orang dites, barangsiapa memasuki “kaedah-kaedah” yang mereka masuki, maka ia dianggap muslim oleh mereka. Sedangkan orang yang tidak memasuki apa yang mereka masuki, maka ia dianggap orang kafir oleh mereka.

Begitulah selalunya keadaan para pengikut bid’ah dan kesesatan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Akan tetapi keadaan para ahli bid’ah, mereka membuat pendapat-pendapat sendiri, lalu mereka menjadikannya sebagai perkara yang wajib dalam agama. Bahkan, mereka menjadikannya sebagai keimanan yang harus diimani. Sehingga mereka mengkafirkan orang yang menyelisihi mereka dalam perkara tersebut dan mereka menghalalkan darahnya, seperti sikap kelompok Khawarij, Jahmiyah, Rafidhah, Mu’tazilah dan lain-lain. Adapun ahlus sunnah tidak mengada-adakan pendapat sendiri dan mereka tidak mengkafirkan orang (ulama) yang berijtihad lalu keliru, meskipun orang yang keliru tersebut menyelisihi ahlus sunnah dan menghalalkan darah (nyawa) ahlus sunnah.”[5]  

Khawarij itu jelas dia  ijtihad, maunya menjalankan ayat “...” tapi keliru akhirnya menganggap para sahabat yang ikut dlam Perang Siffin sebagai orang-orang yang melanggar ayat itu, semua dia kafirkan karena dianggap kafir maka nyawanya, hartanya, kehormatannya dianggap halal oleh khawarij. Tapi ahlussunah, para sahabat, tidak mengkafirkan khawarij.  Juga tidak menganggap darah mereka, harta, kehormatan mereka halal. Tidak seperti itu.

Maka ketika terjadi perang antara pasukannya Ali bin Abi Thalib dengan  khawarij di Nahrowan itu 4000 khawarij bertempur melawan para sahabat yag jumlahnya jelas lebih banyak, lebih dari 12.000. Habis, 4000 orang mati semua di situ. Jelas mereka punya anak- istri dirumah, itu tidak diusik oleh para sahabat, mereka tidak dianggap sebagai tawanan perang, hartanya tidak jadi ghonimah, tidak boleh seperti itu. Bahkan kalau dia terluka ya  diobati, tidak boleh dibunuh di tempat. Beda halnya perlakuannya antar muslim khawarij/  muslim bughat/ pemberontak dengan orang kafir asli atau murtad, itu jelas perlakuannya beda, orang murtad tidak boleh dibiarkan hidup. Beda halnya dengan khawarij/ bughat ketika terjadi perang, kalau dia melarikan diri tidak boleh dikejar, kalau dia terluka maka diobati, anak-istrinya tidak boleh dijadikan tawanan perang.

Itulah perbedaannya Ahlussunah dengan non-Ahlussunah, kalau Ahlussunah dia tidak akan membuat-buat bid’ah, dan kalo orang ijtihad tapi keliru maka dia dimaafkan dalam arti kata tidak dikafirkan, tidak dianggap fasik. Tidak juga dihalalkan darah, harta, dan kehormatannya.

Nah ini penting, menyikapi orang yang ijtihad tapi keliru. Ada hadits yang shahih dalam Bukhari-Muslim,

“Barangsiapa berijtihad kemudia benar maka bagi dia dua pahala dan barang siapa berijtihad tapi keliru maka bagi dia satu pahala”.

Itu berlaku umum, kata Ibnu Taimiyah itu untuk masalah ilmiyah maupun masalah amaliyah. Masalah ilmiyah itu masalah ilmu, khabar/ berita, masalah aqidah. Amaliyat itu fiqih, muamalah, ahlak, dan lainya. Dua-duanya berlaku ijtihad, dua-duanya berlaku keliru dan benar dalam ijtihad. Siapa berijtihad benar bagi dia dua pahala, dan bagi siapa berijtihad keliru maka dia dapat satu pahala, tidak dianggap kafir juga tidak dianggap fasik.

Itu yang bisa kita lihat dari sejarah sejak zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam, Khulafaur Rasyidin sampai generasi para imam-imam mazhab, tidak ada yang mengkafirkan atau memfasikan karena kekeliruan dalam ijtihad. Baik ijtihad dalam masalah aqidah, fiqih, muamalah, akhlak dan sebagainya. Allahua’lam bis showab.




[1]. HR. Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain. Pent.
[2]. HR. Ahmad no. 17027 dan Abdur Razzaq no. 20107. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata: Hadits shahih dari sahabat ‘Amru bin “Abasah. Pent.
[3]. HR. Ahmad no. 19435, ‘Abd bin Humaid dalam Al-Muntakhab no. 300 dan Ibnu Majah no. 2794 dari sahabat ‘Amru bin “Abasah. Pent.
[4]. HR. Bukhari dan Muslim. Pent.
[5]. Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, 19/212. Pent.

::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: 

Teks Arab :


الثاني: تدبروا أحاديث الإيمان وانظروا فيها وتأملوها، وانظروا كيف كان الرجل يأتي إلى النبي صلى الله عليه وسلم فيقول له ما الإيمان فيقول مثلا: "الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره"
وقال النبي صلى الله عليه وسلم لرجلٍ: أسلم تسلم، قال: وما الإسلام؟ قال: أن تسلم قلبك لله وأن يسلم المسلمون من لسانك ويدك، قال: فأي الإسلام أفضل؟ قال: الإيمان، قال: وما الإيمان؟ قال: أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله وبالبعث بعد الموت، قال: فأي الإيمان أفضل؟ قال: الهجرة، قال: وما الهجرة؟ قال: أن تهجر السوء، قال: فأي الهجرة أفضل؟ قال: الجهاد، قال: وما الجهاد؟ قال: أن تجاهد أو تقاتل الكفار إذا لقيتهم ولا تغلل ولا تجبن، ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: عملان هما أفضل الأعمال إلا من عمل بمثلهما قالها ثلاثا: حجة مبرورة أو عمرة.
وفي حديث آخر: قيل لرسول الله صلى الله عليه وسلم: ما الإسلام؟ قال: إطعام الطعام وطيب الكلام قيل: فما الإيمان؟ قال: السماحة والصبر، قيل: فمن أفضل المسلمين إسلاما؟ قال: من سلم المسلمون من لسانه ويده، قيل: فمن أفضل المؤمنين إيمانا؟ قال: أحسنهم خلقا، قيل: فما أفضل الهجرة؟ قال: من هجر ما حرم الله عليه، قيل: أي الصلاة أفضل؟ قال: طول القنوت، قيل: أي الصدقة أفضل؟ قال: جهد مقل، قيل: أي الجهاد أفضل؟ قال: أن تجاهد بمالك ونفسك فيعقر جوادك ويراق دمك، قيل: أي الساعات أفضل؟ قال: جوف الليل الغابر.
وكلها أحاديث صحيحة. ونحوها كثير معروف..
فانظروا إلى هذا الدين ما أسهله وما أكمله وما أحكمه، وما أبعده عن وسوسة الموسوسين وهرطقة المهرطقين وسفسطتهم، وإنه دين الأميين ﴿هو الذي بعث في الأميين رسولاً منهم﴾ ﴿النبي الأميّ الذي يؤمن بالله وكلماته﴾ "نحن أمة أمية لا نحسب؛ الشهر هكذا وهكذا وهكذا".
وقارنوا بما ترونه من تنطع هؤلاء المفتونين وتشديدهم وتصييرهم الدينَ كأنه قانون وضعيّ وضعوا له من عند أنفسهم حدوده ورسموا له سطوره، فمن خالف شيئا مما رسموه اعتقدوه خارجا عن الدين، قاتلهم الله أنى يؤفكون.!
فهؤلاء المفتونون يقعّدون قواعد من عند أنفسهم ويضعون حدودا لدين الله تعالى ويصوغونها بعبارات مستحدثة، يحاكمون الخلق إليها فمن دخل فيما دخلوا فيه فهو المسلم وما لا فهو كافرٌ..!
وهذا شأن أهل الأهواء والبدع دائما، كما قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله: ((ولكن من شأن أهل البدع أنهم يبتدعون أقوالا يجعلونها واجبة في الدين، بل يجعلونها من الإيمان الذي لابد منه، ويكفرون من خالفهم فيها ويستحلون دمه، كفعل الخوارج والجهمية والرافضة والمعتزلة وغيرهم، وأهل السنة لا يبتدعون قولا ولا يكفرون من اجتهد فأخطأ وإن كان مخالفا لهم مستحلا لدمائهم))اهـ

About

Here you can share some biographical information next to your profile photo. Let your readers know your interests and accomplishments.