#19_Udzur Kebodohan Dalam Syirik Akbar [2/7]


Download File Audio Kajian (.rm)

::::::::::::::::::::::::::::::::

Melanjutkan tentang ayat Mitsaq/ Fitrah dalam QS. A’raf ayat 172-174 yang sebelumnya sudah disampaikan penjelasan Imam Alalikai dalam kitab aqidah beliau “Syarah Ushul I’tiqad Ahlissunah wal Jama’ah.

Kali ini kita lanjutkan kutipan dari Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitab beliau “Miftahu Darissa’adah” beliau mengatakan tentang alasan ke-24. Sesungguhnya akal Rasulullah adalah akal penduduk bumi yang paling sempurna secara mutlak, seandainya akal beliau ditimbang dengan akal seluruh penduduk bumi tentulah akan lebih berat akal Rasulullah. Dan sungguh Allah sudah mengkabarkan bahwa sebelum turunnya wahyu, beliau belum mengetahui (secara detail, bagaimana Allah itu, bagaimana sifat-sifat Allah, bagaimana cara beribadah kepada Nya, dll) apa itu Islam dan Iman sebagaimana beliau belum mengetahui apa itu kitab suci. Allah berfirman dalam QS. Asy Syura (42) ayat 52,

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahai Muhammad Ruh (wahyu, Al Qur’an dan Al Hadits, dinamakan Ruh karena dua itulah yang menghidupkan rohani manusia, jika rohani tidak mendapatkan wahyu maka rohaninya kosong yang tidak mengenal jalan menuju ridha Allah) dari perintah Kami. Sungguh sebelum turunnya ruh, engkau tidak mengetahui apa itu kitab suci dan juga apa itu Iman, akan tetapi Kami jadikan ruh tadi sebagai cahaya dengannya Kami memberi petunjuk kepada siapa saja yang kami kehendaki dari hamba-hamba Kami. Dan sungguh engkau wahai Muhammad benar-benar menunjukkan kepada jalan yang lurus. “

Dalam ayat ini Allah sebutkan bahwa sebelum turunnya wahyu, Rasulullah tidak tahu apa itu Iman, apa itu kitab suci, tidak tahu bagaimana cara beribadah kepada Allah, akhirat seperti apa tidak tahu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman dalam QS. Adh Dhuha ayat 6-7,
“Bukankah Allah telah mendapatimu wahai Muhammad dahulu engkau adalah anak yatim kemudian Allah memberikan tempat bernaung kepadamu/ merawatmu. Dan Allah telah mendapatimu dalam keadaan dholan/ kebingungan (tidak tahu Iman, tidak tahu Al Kitab, kalau tidak bingung tentu sudah tahu cara beribadah kepada Allah, sudah tahu bagaimana cara memperbaiki masyarakat jahiliyah yang rusak), maka Allah memberimu petunjuk dengan turunnya wahyu (di Gua Hira’).”

Disebutkan dalam sejarah, yang juga ada dalam Shahih Bukharai bahwa sebelum turunnya wahyu selama beberapa bulan Rasulullah mengasingkan diri di gua Hira’ untuk bertafakur mencari kebenaran, menganal Allah, mencari jalan memperbaiki umatnya yang rusak.

Ibnul Qayyim melanjutkan, tafsir dari ayat ini (QS. Adh Dhuha 6-7) adalah dengan membaca ayat dalam QS. Asy Syura di atas.

Jika manusia, makhluk Allah yang paling lurus, paling sempurna akalnya saja baru mendapatkan petunjuk setelah turunnya wahyu, sebagaimana firman Allah dalam QS. As Saba’ (34) ayat 50, Allah menyatakan : “Katakanlah Wahai Muhammad, ‘kalau aku tersesat maka sesungguhnya itu untuk diriku sendiri, dan jika aku mendapatkan petunjuk, maka semata-mata berdasarkan wahyu yang Allah turunkan kepadaku’.” Maka bagaimana orang-orang yang akalnya ‘safih’(tidak dapat menimbang mana yang lebih kuat dalam sebuah urusan antara mashlahat dan madharatnya), orang-orang yang wawasannya sempit, dan orang-orang yang fikirannya kebalikan dari ‘ulil albab’ bisa menggapai petunjuk tentang hakikat-hakikat keimanan (ini tauhid, ini syirik) dengan sekedar dengan akal mereka tanpa memerlukan nash-nash wahyu yang diturunkan kepada para nabi.

Allah sudah menciptakan matahari, bumi, dsb untuka menunjukkan bahwa satu-satunya yang berhak diibadahi hanya Allah. Memang tanda-tanda itu adalah bukti akan adanya Allah, tanda kekuasaan Allah, tapi itu baru menunjukkan tauhid rububiyah, menunjukan bahwa pencipta itu ada. Tidak mungkin orang itu ta’til, atheis, komunis, tidak mengakui adanya Pencipta itu tidak mungkin. Orang mempunyai fitrah mengakui adanya pencipta, tapi siapa pencipta itu. Sifat, perbuatan, namanya apa, apa yang Dia inginkan ketika menciptakan kita ke duania, bagaimana cara berbakti kepada-Nya, menyembah-Nya. Dan itu tidak mungkin dicapai dengan akal semata.

Lalu Ibnul Qayim mengakhiri kalimatnya dengan mengutip QS. Maryam (19) ayat 89-90,
“Sungguh kalian telah mendatangkan suatu perkara yang sangat munkar/ keji, hampir-hampir terbelah karenanya, hampir-hampir langit pecah dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh menjadi debu”.

Ini dua kutipan tentang bagaimana memahami fitrah, kalau ada sebagian ulama-ulama mu’tazilah menyatakan pokonya ketika orang lahir ke dunia dia sudah diciptakan oleh Allah ada ikatan mitsaq, dia mengakui akan adanya tauhid rububiyah, maka ketika dia lahir ke dunia dan bisa melihat tanda-tanda kekuasaan Allah di alam ini otomatis dia sudah memahami tauhid dan syirik, jika melanggarnya maka di akhirat disiksa. Padahal tidak seperti itu, mitsaq, tanda-tanda kekuasaan Allah di alam, akal sehat tadi hanya mengantarkan orang untuk mengakui tauhid rububiyah saja, mengakui Allah sebagai Sang Pencipta, Pemberi rizki. Tapi bagaimana cara mengenal lebih jauh dari itu, menganal Asma wa sifat, beribadahnya, apa nanti setelah mati ada kebangkitan, dll itu semua tidak mungkin dijangkau dengan akal, harus ada wahyu. Nah inilah, iman kepada malaikat, kepada alam ghaib, kitab-kitab suci, kepada nabi, dan inti tauhid lainnya yang itu hanya diketahui dengan wahyu, tidak mungkin mengandalkan akal sehat semata, tidak mungkin mengandalkan fitrah saja.
Begitulah bagaimana cara para ulama mendudukan masalah itu.

Lalu kita bawakan sebuah penafsiran tentang bagaimana cara memahami QS. Al A’araf ayat 172 dan 174 ini. Imam Muhammad Amin Ansyinqiti dalam tafsir beliau “Abwaul Bayan fii ‘idhail Qur’an bil Qur’an”_Tafsir Al Qur’an dengan Al Qur’an, tafsir bil ma’tsur pada abad 2H, 20M, beliau menyatakan ketika men-tahqiq tafsiran yang benar tentang ayat ini, “maka ketahuilah bahwa cara pandang yang lain dalam memahami ayat di atas adalah dengan 2 penafsiran. 

Penafsiran pertama menyatakan tidak pernah terjadi mitsaq, tidak pernah Allah keluarkan benih manusia dari tulang sulbi bapaknya, yang ada adalah bahwa Allah melahirkan manusia dengan membawa fitrah mengakui adanya Rabb. (ini tafsiran yang dikutkan diantaranya oleh Ibnu Katsir). 

Lalu tafsiran kedua, sesungguhnya Allah telah mengeluarkan seluruh anak-keturunan Adam dari tulang punggung bapak-bapak mereka dalam bentuk benih dan Allah menjadikan mereka/ mengambil kesaksian dari mereka dengan mengatakan “’bukankah aku ini Rabb kalina?’ kemudian mereka menjawab ‘ya’”, kemudian Allah mengutus para rasul setelah itu yang tujuannya mengingatkan kepada setiap anak manusia tadi akan perjanjian yang pernah diambil dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tidak ada seorang manusiapun yang lahir ke bumi ini ingat akan mitsaq tersebut. Dengan adanya pemberitaan dari para rasul (membawa wahyu) itulah umat manusia bisa meyakini memang benar dulu itu perah terjadi perjanjian mitsaq dengan Allah. Penafsiran yang terakhir inilah yang ditunjuukan oleh ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits nabawi. Ayat-ayat Al Qur’an dengan jumlah yang sangat banyak telah menegaskan bahwa Allah tidak mungkin mengazab seorangpun sampai Allah menegakkan hujjah kepadanya dengan adanya peringatan para rasul. 

Maka hal ini merupakan bukti dalil bahwa Allah tidak mencukupkan diri dengan bukti-bukti nyata yang Allah tegakkan di alam raya ini dan Allah tidak mencukupkan diri manusia hanya dengan fitrah (mengakui adanya Rabb). 

  • Diantara firman Allah dalam QS. Al Isra’ (17) ayat 15 

“Dan Kami tidaklah mengazab, menyiksa seorangpun sampai Kami mengutus seorang rasul.”
Artinya jika disebutkan orang-orang musyrik nanti di akhirat mereka diazab itu bukan karena sudah ada mitsaq fitrah itu saja, tapi karena di dunia menentang para rasul. Karena sesungguhnya Allah dalam ayat ini berfirman “sampai Kami mengutus seorang rasul” dan Allah tidak menyatakan “sampai Kami menciptakan akal sehat”, “sampai Kami menegakkan bukti-bukti di alam ini”, dan tidak juga “sampai Kami memberikan fitrah kepada manusia akan rububiyah Allah”.

  • Dan ayat lainnya dalam QS. An Nisa 
“Kamilah yang mengutus para rasul sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan member ancaman bagi orang-orang yang kafir agar supaya manusia tidak mempunyai alas an untuk membela diri di hadapan Allah setelah diutusnya para rasul.” Allah tegaskan dalam ayat ini bahwasannya hujjah tegak kepada manusia sehingga mereka tidak punya udzur lagi adalah dengan adanya peringatan para rasul, bukan dengan cara Allah ciptakan bukti-bukti di alam raya ini yang menunjukkan akan adanya Allah. Juga bukan dengan penciptaan manusia di atas tauhid rububiyah, tapi tegaknya hujjah yang mana memutuskan udzur adalah dengan wahyu, dengan dakwahnya para nabi.

  • Hujjah yang Allah mengutus para rasul untuk memutus argumentasi manusia tadi telah Allah jelaskan dalam QS. Thaha (20) ayat 134  dengan firmannya, 
“Dan sekiranya Kami menghancurkan mereka dengan sebuah azab sebelum datangnya rasul nisacaya mereka akan mengatakan ‘wahai Allah, mengapa Engkau tidak terlebih dulu mengirim kami seorang rasul, sehingga kami bisa mengikuti ayat-ayatMu sebelum kami mendapatkan kehinaan dan sebelum kami mendapatkan kerendahan dengan azabMu’”. Allah tanyakan di ayat ini putusnya alasan dengan diutusnya rasul, disampaikannya ayat-ayat syar’iyah, bukan ayat-ayat kauniyah.

  • Dan Allah mengisyaratkan hal itu dengan firmannya dalam QS. Al Qasas (28) ayat 47, 
“Dan seandainya tidak diutus para rasul, kemudian mereka ditimpa oleh musibah akibat perbuatan dosa yang mereka lakukan, tentulah mereka akan mengatakan ‘wahai Allah, mengapa Engkau tidak mengutus terlebih dahulu kepada kami seorang rasul sehingga kami bisa mengikuti ayat-ayatMu dan kami bisa menjadi orang-orang yang beriman’”. Allah nyatakan dalam ayat ini juga bahwasannya yang akan mereka jadikan alas an di dunia dan di akhirat itu adalah belum datangnya rasul, bukan karena fitrah, bukan karena akal sehat, dsb.

Dalil lainnya diantaranya Allah nyatakan bahwasannya seluruh penduduk yang masuk neraka telah Allah putuskan alas an mereka dengan diutusnya, dengan adanya peringatan para rasul. Dan Allah tidak mencukupkan dengan adanya bukti-bukti di alam semesta ini. Diantaranya firman Allah dalam QS. Al Mulk “setiap kali dilemparkan ke dalam neraka segolongan manusia, hamba Allah, maka penjaga neraka bertanya ‘alam na’tikum nadzir’ bukankah telah dating seorang kepada kalian pemberi peringatan, yang membacakan ayat-ayat Allah.” Mereka kemudian membenarkan.

  • Begitu juga dalam ayat-ayat yang lain, dalam QS. Az Zumar, 
“Dan orang-orang kafir digiring masuk ke dalam neraka Jahanam dalam rombongan-rombongan samai ketika mereka tiba di neraka, dibukakanlah pintu-pintu neraka dan para para penjaga neraka bertanya kepada mereka ‘bukankah telah dating kepada kalian para rasul dari golongan kalian sendiri, para rasul tadi membacakan ayat-ayat dari Rabb kalian dan memperingatkan kalian akan hari perjumpaan kalian ini dengan Allah’, maka mereka mengatakan ‘ya memang benar telah dating kepada kami seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Allah dan memperingatkan kami akan hari kiamat ini’.” Dan sudah kita ketahui bahwa lafal ‘qullama’ dalam firman Allah  “qullama ulqia fii ha..” itu termasuk sighah umum, berarti mencakup siapapun baik dia ibunya rasulullah, bapaknya, atau siapapun dia berarti telah dating kepadanya peringatan. Begitu pula lafal ‘alladzina’ dalam ayat ‘wasiiqallazi nakafaru’, di situ sighah umum. 

Dan ayat-ayat lainnya sangat banyak sekali yang menunjukkan bahwa semua yang masuk neraka itu pasti karena telah datang kepada mereka peringatan, termasuk orang-orang jahiliyah sebelum diutusnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam seperti bapak-ibu beliau. Bukankah belum datang kepada mereka rasul di dunia? Iya, tapi nanti berdasarkan pendapat yang paling kuat nanti mereka di akhirat mendapatkan rasul. Dimana disebutkan dalam hadits-hadits yang banyak sekali bahwasannya 4 golongan akan Allah utus rasul di akhirat kepada mereka. Mereka akan diuji jika taat maka masuk syurga dan jika tidak maka masuk neraka.  Mereka akan dites rasul untuk masuk neraka, ada yang mau dan ada yang tidak. Dan yang tidak mau inilah yang justru akan masuk neraka. Di akhirat saja disuruh taat kepada rasul saja tidak mau, apalagi di dunia. Hadits-haditsnya banyak disebutkan oleh para ulama, bisa kita baca dalam Tafsir Ibnu Katsir pembahasan QS. Al Isra’ ayat 15.

Jika di dunia orang-orang seperti bapak-ibunya Rasulullah itu belum mendapatkan perignatan wahyu, maka diakhirat akan masuk dalam hadits-hadits itu, karena inilah cara memahami dalil yang menajma’kan semua dalil. Jika dianggap memberlakukan Al A’raf saja yang akhirnya berpendapat bahwa akal sehat, fitrah saja sudah cukup mengenalkan orang kepada tauhid dan syirik sehingga tanpa butuh diutusnya nabi dan rasul, maka dia berarti menyingkirkan sekian banyak ayat yang menunjukkan hujjah di dunia tegak dengan nabi dan rasul. Kalau dia menyatakan orang itu di akhirat nanti diazab di neraka karena di punya fitrah, punya akal sehat semata berarti dia sudah ikut pemahaman Mu’tazilah yang menyatakan bahwa akal itu itu bisa mebedakan baik dan benar dan akal itu punya konsekuensi pahala dan azab, syurga dan neraka. Jelas pemahaman seperti itu menyelisihi banyak ayat Al Qur’an dan juga mengabaikan hadits-hadits yang shahih.

  • Ayat yang lainnya seperti QS. Al Maidah ayat 5, 
“Wahai Ahlul kitab, Yahudi dan Nasrani, sungguh telah datang rasul kami yaitu Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam yang menjelaskan wahyu Allah kepada kalian pada masa fatrah agar kalian tidak mengatakan ‘belum datang kepada kami seorang bashir juga seorang nadhir’ karena sungguh telah datang kepada kalian bashir dan nadzir.”

Fatrah, zaman terputusnya para rasul, masa antara nabi Isa dengan diutusnya Rasulullah selama 500 tahun lebih. Maka orang Yahudi di akhirat nanti tidak punya alas an bahwa mereka sudah ratusan tahun tidak punya nabi, tidak punya kitab suci.

  • Ayat lainnya adalah QS. Al An’am (6) ayat 155-157, 
“Dan inilah kitab suci Al Qur’an yang kami turunkan dengan penuh berkah maka ikutilah dia dan bertakwalah kepada Allah agar kalian mendapatkan rahmat Allah. Agar kalian tidak mengatakan ‘ya Allah kitab suci itu hanya diturunkan hanya 2 golongan sebelum kami, Yahudi dan Nasrani saja dan karena Taurat, Zabur, dan Injil itu bukan bahasa arab, diturunkan bukan kepada kami, maka kami lalai mempelajarinya, tidak tahu tentang tauhid dan syirik.’ Atau jangan sampai kalian mengatakan ‘seandainya saja diturunkan kepada kami kitab suci maka kami tentulah akan lebih mendapatkan petunjuk dibanding Yahudi dan Nasrani’. Artinya, dengan itu maka Allah telah memutus argument mereka dengan telah diturunkannya Al Qur’anNya, haditsNya, diutus nabiNya. Karena sungguh telah datang kepada kalian bukti nyata dari Rabb kalian sekaligus petunjuk dan rahmat (Al Qur’an dan Hadits). Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya.”

Artinya siksa itu turun setelah datangnya hujjah/ wahyu dan orang mendustakannya, berpaling, tidak ada usaha untuk mempelajarinya dan mengamalkannya. Beda halnya dengan orang yang belajar tapi keliru, perhitungannya tentu tidak memakai ayat ini, tapi “Rabbana laa tuakhitna…”, dll.

  • Diantara ayat lainnya adalah QS. Fatir (35) ayat 36-37, 
“Dan orang-orang kafir bagi mereka adalah neraka Jahanam, mereka tidak dihabisi sehingga bisa di neraka dan juga tidak diringankan siksaan bagi mereka. Demikianlah kami membalas setiap orang yang sangat kafir. Dan mereka menjerit-jerit di dalam neraka itu ‘Wahai Rabb kami, keluarkan kami dari neraka dan maka kami akan beramal shalih berbeda degan ketika kami dulu kerjakan’. Maka Allah menjawab ‘bukankah Kami telah member kalian umur yang cukup bagi orang yang hendak mengingat-ingat, dan bukankah telah datang kepada kalian pemberi peringatan maka rasakanlah siksaan dan tiadalah bagi orang-orang yang dhalim itu seorang penolongpun’.” Ayat ini juga menegaskan orang dimasukan neraka itu karena telah datang kepadanya pemberi peringatan tapi mereka tentang. Orang telah disebut dhalim itu jika sudah diingatkan belum juga mau berhenti.

  • Ayat lainnya, QS. Ghafir/ Al Mu’min (40) ayat 49-50, 
“Maka orang-orang yang ada di dalam neraka berkata kepada para penjaga Jahanam, ‘wahai para malaikat, berdoalah kepada Rabb kalian agar Allah berkenan meringankan siksaNya walau hanya satu hari’. Maka para penjaga neraka mengatakan ‘bukankah telah datang kepada kalian rasul-rasul kalian yang membawa bukti-bukti yang nyata’. Maka mereka menjawab ‘ya’, dan penjaga neraka berkata ‘jika begitu maka kalian saja yang sebaiknya berdoa dan tidak tidaklah doa orang kafir itu sia-sia belaka’.”

Dan ayat-ayat lainnya yang semuanya menegaskan bahwasannya hujjah tegak bukan dengan fitrah/ akal semata, tapi dengan datangnya wahyu, diutusnya para rasul yang akan menjelaskan kepada manusia tentang apa itu Pencipta, siapa itu Pencipta, mengapa kita diciptakan, dll.

Allahu’alam..


About

Here you can share some biographical information next to your profile photo. Let your readers know your interests and accomplishments.