______________________________________
Solusi Ke-3 :
Mengetahui keburukan-keburukan mereka, baik pemikiran maupun sikap/akhlak mereka sehingga kita tidak menirunya.
Solusi Ke-4
Berpegang pada hal-hal yang jelas, yang sudah pasti diketahui oleh seluruh umat islam
Jangan terburu-buru menjawab suatu masalah sampai kita benar-benar telah mendapat keterangan itu dari ulama terpercaya.
Bersabarlah untuk mendapatkan jawaban dari suatu masalah, dan memohon kepada Alloh agar dimudahkan mendapatkan jawabbannya.
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Ketiga
Mengetahui keburukan untuk bisa
menjauhinya, mengambil nasehat dan pelajaran dari peristiwa-peristiwa yang
serupa dan sejenis. Seperti yang telah saya jelaskan sebagiannya di awal
jawaban saya ini.
Bagaimana keadaan oarang2 yang seeprti
abu maryam dan kelompoknya yang pada diri mereka terjadi banyak kotradiksi,
bgmn pada diri mereka tampak jelas sekali keburukan akhlak, bgaimana diantara
mereka begitu cepat saling menghajr, saling mencaci maki, memboikot, dsb,
sampai taraf mengkafirkan ulama-ulama mereka sendiri. Dengan mengetahui buruk
seperti itu, kalau kita tau itu buruk kita akan bisa menjauhinya dan mengambil
pelajaran nasihat dari kasus-kasus yang serupa.
Maka barangsiapa tidak mengambil nasehat
dan tidak memetik pelajaran, maka janganlah ia mencela kecuali dirinya sendiri. Sudah banyak
kasus di Pakistan, Afghanistan, Mesir, Libya, Aljazair, Yodania. Sampai di
Yordania itu ada pernyataan sikap para Masyayih
disana termasuk Masyayif dakwah salafi jihadi yang menyatakan berlepas diri
dari kelompok semisal Abu Maryam al Mukhlif, diantaranya Syaikh Abu Muhammad al
Maqdisi dan Syaikh Abu Muhammad at Thahawi.
أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا
مُبِينًا
Inginkah kalian
mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksa kalian)? (QS. An-Nisa’ [4]: 144)
Kalau kalian tidak mengambil sebuah
pelajaran, nasehat
dari ap-apa yang
pernah terjadi sebelumnya. bagaimana
kelompok seperti mereka ini mendatangkan kerusakan yang luar biasa, kemudian kalian ikut-ikutan kena
pengaruh mereka maka salahkan dirimu
sendiri.
Mengetahui keadaan orang-orang
seperti mereka akan menyebabkan orang yang berakal sehat lari menjauhi mereka.
Orang yang berakal sehat, cerdas, menginginkan kebaikan, kebenaran dan petunjuk
akan mengetahui bahwa kaum tersebut adalah orang-orang yang menjauhi/
berseberangan dengan agama, petunjuk, jalan
dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; mereka sama sekali bukan orang-orang yang
berada di atas ajaran nabi, thariqah nabi, sunnah nabi Shalallahu ‘alaihi
wassalam. Bisa kita
bedakan jelas sekali bagaimana dalam hadits-hadits sebelumnya disebutkan nabi
menghadapi masyarakat arab, apalagi banyak dari mereka orang-orang yang ummi. Bandingkan
bagaimana perlakuan nabi kepada mereka dengan perlakuan Abu Maryam al Mukhlif dan
kelompoknya terhadap masyarakat kita. Dengan merenungkan hal itu, ia akan bisa menjauhi mereka
dan menjauhi jalan mereka. Akhlaknya, tidak mungkin akhlak2 seperti itu akan bisa
ditiru, cara2 berdalil, cara memahami dalil yang samprangan. Dan orang yang
berakal ia
tidak akan memberi peluang bagi mereka untuk menguasai dirinya dengan
bisikan-bisikan dan keragu-raguan mereka.
Akan berlindung dan berhati-hati dari
istidlalnya, dari akhlaknya, dari apaya sudah kelihatan buruknya maka dia akan
berhati2 menghindar menjauhi cara-cara yang seperti itu.
Keempat
Berpegang teguh dengan
perkara-perkara yang baku, kokoh, jelas, dan pasti secara tegas (qath’i, tidak menerima
nash/ tidak mungkin dihapus, tidak menerima perubahan, tidak menerima takwilan
lain) sudah jelas itu
bagian dari ajaran Islam, diketahui oleh seluruh umat Islam (al-ma’lum min ad-din). Dimana baik
muslim awam atau ulama muslim sama-sama tahu bahwa itu ajaran islam. Nah, yang
muhkam-muhkam seperti itu, qot ‘i itulah yang dipegangi.
Kemuadian apa-apa yang membingungkan seseorang
dan perkara-perkara yang kemunculannya membingungkan seseorang (yaitu
perkara-perkara yang ia merasa samar, bingung dan tidak mengetahui jawaban
atasnya). Mereka memotong statement-statement, pendapat-pendapat yang kita aneh ini
kok perasaan ajaran begini ini; saya puluhan tahun belajar dari para ulama kok
nggak ada. Di kitab-kitab para ulama salaf, sahabat, tabi’in, tabiut-tabi’in,
para ulama penulis kitab-kitab hadits,
fiqih, tafsir pada awal-awal keemasan Islam kok seperti ini tidak ada. Tapi
kita tidak bisa menjawab ini benar atau tidak, pokoknya bingung. Yang seperti
itu maka
hendaknya ia jangan terburu-buru menjawabnya atau jangan buru-buru menerima jawabannya dari
kaum yang terkena ujian lagi tersesat tersebut (Abu Maryam Al-Mukhlif dan pengikutnya). Tapi ia harus sabar dan menunggu
sampai mendapatkan kejelasan, tanya ulama sana-sini, pencari penjelasan ulama
sana-sini dan dia bertanya kepada para ulama yang terpercaya.
Jika Allah kemudian membukakan
baginya ilmu atas perkara yang belum ia ketahui, dan hilangnya kebingungan dan jelasnya
urusan tersebut, maka hendaklah ia memuji Allah Ta’ala. Alhamdulillah
ternyata yang membingungkan kemarin itu dengan izin Allah. Dengan berjalannya
waktu, dengan berjalannya pengkajian, dengan bertanya kepada ulama ternyata
ketemu jawabannya, ‘oh ternyata tidak seperti itu’, Alhamdulillah. Adapun jika Allah belum
mengaruniakan hal itu kepadanya, maka hendaklah ia juga memuji Allah Ta’ala.
Karena Allah sesungguhnya Maha Terpuji dalam segala kondisi, Dia semata yang memiliki hak
atas seluruh pujian.
Hendaknya ia bersabar kembali, menyerahkan ilmu perkara
tersebut kepada Allah Ta’ala dan hendaklah mengatakan:
آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا
“Kami mengimaninya, karena seluruhnya
berasal dari sisi Rabb kami.”(QS. Ali-Imran [3]: 7)
Dan tidak tahunya
dia atas jawaban hal yang membingungkan tadi tidak akan membahayakan dia sama sekali. Hendaknya ia mengatakan,
“Wahai Allah, seandainya aku mengetahui di mana kebenaran, di mana pendapat
yang benar, mana perkara yang Engkau perintahkan dan Engkau cintai, niscaya aku
akan memenuhinya, meyakininya dan melaksanakannya sesuai kadar kemampuanku.”
Itu sikap seorang
muslim yang menginginkan keselamatan dari perkara-perkara yang membingungkan, syubhat-syubhat,
muskhil, samar. Bersabar, berhati-hati, mencari tahu kepada ulama, kepada
orang-orang yang tsiqah sampai menemukan jawabannya. Kalau sudah cari-cari
tidak ketemu juga , sabar lagi, tawakal kepada Allah. Kita katakan “seandainya
kita tahu yang benar maka kita akan yakini
itu yang benar, kita amalkan sesuai kesanggupan kita.
Inilah agama, inilah tauhid, Allah tidak akan
membebani seseorang kecuali sesuai kadar yang ia mampu, dan Allah tidak akan
membebani seseorang kecuali sesuai potensi yang Dia karuniakan kepadanya.
Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ
هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ
زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ
وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ
آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Dia-lah yang menurunkan
Al-Kitab (Al-Qur'an) kepada kamu (Muhammad). Di antara
isinya ada ayat-ayat yang muhkamaat (sebagian ulama
mendefinisikan, ayat-ayat yang hanya memiliki satu makna, tidak mungkin
ditafsirkan dengan makna dua-tiga-empat, dst, ayat2 yang baku tidak mungkin
berubah, tidak menerima nash/penghapus) dan itulah pokok-pokok isi
Al-Qur'an dan ada pula yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat (
sebuah ayat yang memiliki kemiripan, ayat yang memiliki beberapa kemungkinan
makna. Memungkinkan untuk fditafsirkan dengan beragam tafsiran).
Adapun orang-orang yang
dalam hatinya condong kepada kesesatan/ penyimpangan, maka mereka cenderung
mengikuti ayat-ayat yang
mutasyaabihaat/ samar/ mungkin ditafsirkan dengan banyaka
penafsiran. Karena dia menginginkan fitnah dan
untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwil
sebenarnya kecuali Allah.
Sedangkan orang-orang
yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari isi Rabb kami." (Yang
Muhkam maupun yang Mutasyabih sama-sama datang dari Allah, wajib diimani. Yang
sudah tahu ya diamalkan, yang belum tahu, belum dipahami ya .bersabar
dengannya) Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan
orang-orang yang berakal.(QS. Ali-Imran [3]: 7)
Ini dua point disebutkan
Syaikh ‘Athiyatullah al Libi untuk melindungi kita dari fitnah Abu Maryam al Mukhlif
dan orang-orang yang mirip dan serupa dengan mereka. Mungkin namanya lain tapi
kesamaan paham itu bisa ditemui dibeberapa tempat. Di India yang tidak kalah dengan yang di
Mesir, yang di Mesir juga tidak kalah dengan yang di Yordan, yang di Yordan
juga tidak kalah dengan yang di Aljazair.
Ini nasehat
dari buku pendek tapi cukup penting karena Syaikh ‘Athiyatullah mengalami
sendiri bagaimana repotnya bergaul dengan orang-orang sepeti ini. Bagaimana
amal-amal dakwah, amal-amal jihad itu kadang bisa porak-poranda karena
orang-orang seperti ini. Ada kalau tidak salah di situsnya Abu Maryam al Mukhlif,
“Tauhid yang Murni”, mengerikan sekali. sampai-sampai Syaikh Abu Muhammad al Maqdisi
itu memperingatkan murid-muridnya untuk tidak membuka situs itu, membaca-baca,
jangan mendengarkan kajian-kajian Abu Maryam al Mukhif atau Abu Abdurrahman as
Shamali, atau orang-orang yang seperti mereka. Tokoh-tokoh yang memang parah,
yang makin hari bukan makin membaik tapi makin memprihatinkan, persis bagaimana
disebutkan dulu dalam sebuah hadits ” mereka membunuhi orang Islam sendiri tapi
membiarkan para penyembah berhala”. Bagaimana orang itu di Yordania, kalau
menurut pernyataan sikap yang ditandatangani oleh para Masyayih dakwah di
Yordan itu mereka di Zarqo’, kemungkinan besar Abu Maryam al Mukhlif dan
kawan-kawannya di daerah itu. Bagaimana hanya beberapa kilometer dari wilayah
mereka ada medan jihad di Palestina, Irak, Suriah, tidak pernah sekalipun
situs-situs mereka membahas itu. Bahasannya ya itu saja, pembahasan-pembahasan
yang sebenarnya masalah ushul fiqih tapi dianggap sebagai perkara aqidah yang
qath’i/ ushul. Yang kalau orang beda pendapat ya berarti non muslim,
kesimpulan/ intinya selalu ke situ. Sampai mengarang buku penjelasan tentang
kesesatan Al Qaidah. Mungkin orangnya memang niatnya lurus, bagaimana dijelaskan
juga oleh para ulama, niat lurus tidak cukup. Dampak dari pendapat-pendapat
mereka ini sangat merusak sampai-sampai Syaikh Abu Muhammad al Maqdisi yang
dikenal orang sabar sampai mengeluarkan statemen kepada murid-muridnya untuk
tidak membaca, mebuka situs-situs mereka.
Allahu’alam
bisshowab..
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Teks Arab :
الثالث:
المعرفة بالشرّ لتتقوه، والاتعاظ والاعتبار بالأشباه والنظائر، كما شرحتُ لكم شيئا
من ذلك في أول هذا الجواب، فمن لم يتعظ ولم يعتبر، فلا يلومنّ إلا نفسه..! ﴿أتريدون أن تجعلوا لله عليكم سلطاناً مبيناً﴾.!
فمعرفة حال هؤلاء موجِبٌ
للعاقل أن ينفر منهم، ويعرف العاقل اللبيب المريد للخير والحق والهدى أن هؤلاء مجانبون
لدين النبي صلى الله عليه وسلم وهديه وطريقته وسنته، وليسوا منها في شيء.. فينفر منهم
ويجانبهم ويجانب طريقتهم، ولا يجعل لهم على نفسه سبيلا بالوسوسة والتشكيك.
الرابع:
التمسك بالمحكمات الواضحات البينات القطعيات المعلومات من الدين، ثم ما أشكل من مسائل
وما يَـرِدُ على الإنسان من "استشكالات" (أي مسائل يستشكلها ويحار فيها ولا
يعرف كيف الجواب عليها) فعليه ألا يتسرّع في الجواب عليها أو قبول جواب من القوم الضالين
المفتونين، بل يصبر وينتظر حتى يتثبت ويسأل أهل العلم والثقة، فإن فتح الله عليه بعلم
ما لم يكن يعلم، وبزوال الإشكال واتضاح الأمر، فليحمد الله، وإلا فليحمد الله أيضا،
فإن الله عز وجل هو المحمود على كل حال، وهو المتفرد بالحمد كله، وليصبر وليكل علم
المسألة إلى الله تعالى وليقل: ﴿آمنا به كلٌ من عند
ربنا﴾ ولا يضره، وليقل: يا ربّ لو أعلم أين الحق وأين الصواب وأين ما تأمر
به وتحبه لاستجبت له واعتقدته وعملتُ به جهدي وطاقتي، فهذا هو الدين وهذا هو التوحيد،
ولا يكلف الله نفسا إلا وسعها، ولا يكلف الله نفسا إلا ما آتاها.
قال الله تعالى: ﴿هُوَ الَّذِيَ أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ
هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ
زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاء الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاء تَأْوِيلِهِ
وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ
آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الألْبَابِ﴾آل
عمران7